ANALISIS
SAJAK “ DOA, HAMPA, KITA GUYAH LEMAH,
DAN KEPADA PEMINTA-MINTA”
KARYA
CHAIRIL ANWAR
RAHMAD
SATRIAWAN
NIM/BP
1100845/2011
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI
PADANG
2014
Analisis
puisi “Doa” karya: Chairil Anwar
A.
Tema
Puisi
' Doa´ karya Chairil Anwar di atas mengungkapkan tema tentang ketuhanan. Hal
ini dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama, diksi yang digunakan
sangat kental dengan kata-kata bernaka ketuhanan. Kata `dua´ yang digunakan
sebagai judul menggambarkan sebuah permohonan atau komunikasi seorang penyair
dengan SangPencipta. Kata-kata lain yang mendukung tema adalah: “Tuhanku, nama-Mu, mengingat Kau,caya-Mu, di
pintu-Mu.”
Kedua,
dari segi isi puisi tersebut menggambarkan sebuah renungandirinya yang
menyadari tidak bisa terlepas dari Tuhan. Dari cara penyair memaparkan isi
hatinya, puisi´Doa´sangat tepat bila digolongkan padaaliran ekspresionisme,
yaitu sebuah aliran yang menekankan segenap perasaan atau jiwanya.
Perhatikan kutipan larik berikut :
(1) Biar susah sungguhMengingat Kau penuh seluruh
(1) Biar susah sungguhMengingat Kau penuh seluruh
(2)
Aku hilang bentuk remuk
(3)
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
Puisi yang bertemakan ketuhanan ini memang mengungkapkan dialog dirinya denganTuhan.
Kata `Tuhan´ yang disebutkan beberapa kali memperkuat bukti tersebut, seolah-olah penyair sedang berbicara dengan Tuhan.
B.
Nada dan Suasana
Nada
berarti sikap penyair terhadap pokok persoalan (feeling) atau sikap penyair
terhadap pembaca. Sedangkan suasana berarti keadaan perasaan pembaca sebagai
akibat pembacaan puisi. Nada yang berhubungan dengan tema ketuhanan
menggambarkan betapa dekatnya hubungan penyair dengan Tuhannya. Berhubungan
dengan pembaca, maka puisi `Doa´tersebut bernada sebuah ajakan agar pembaca
menyadari bahwa hidup ini tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena
itu, dekatkanlah diri kita dengan Tuhan. Hayatilah makna hidup ini sebagai
sebuah pengembaraan di negeri `asing´.
C.
Perasaan
Perasaan
berhubungan dengan suasana hati penyair. Dalam puisi ´Doa´ gambaran perasaan
penyair adalah perasaan terharu dan rindu. Perasaan tersebut tergambar dari
diksi yang digunakan antara lain: termenung,
menyebut nama-Mu, Aku hilang bentuk, remuk, Aku tak bisa berpaling.
D.
Amanat
Sesuai
dengan tema yang diangkatnya, puisi ´Doa´ ini berisi amanat kepada pembaca agar
menghayati hidup dan selalu merasa dekat dengan Tuhan. Agar bisa melakukan
amanat tersebut, pembaca bisa merenung (termenung) seperti yang dicontohkan
penyair. Penyair juga mengingatkan pada hakikatnya hidup kita hanyalah sebuah
´pengembaraan di negeri asing´ yang suatu saat akan kembali juga. Hal ini
dipertegas penyair pada bait terakhir sebagai berikut:
Tuhanku,
Di
Pintu-Mu Aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
E.
Majas
1.
Majas Metafora
Kepada pemeluk teguh
Pada baris tersebut menggunakan
majas metafora karena baris tersebut dimaksudkan “kepada Tuhan.
2.
Majas Asonansi
Tuhanku
Dalam
termangu
Aku
masih menyebut namaMu
Pada bait tersebut menggunakan majas asonansi
karena terdapat perulangan vocal yang sama.
3.
Majas Hiperbola
cahayaMu panas suci
Pada baris tersebut terdapat majas hiperbola karena baris tersebut
menyatakan hal yang berlebih-lebihan. Sama halnya dengan bait berikut:
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
4.
Majas Sinekdoke Pars Pro Toto
Tuhanku
Aku mngembara di negeri asing
Sinekdoke pars pro toto
merupakan majas yang menyebutkan nama sebagian sebagai pengganti nama
keseluruhan. Maksud mengembara di negeri asing ini adalah penyair menyatakan
bahw ia sedang berjuang di dunia ini.
5.
Majas Hiperbola
Tuhanku
Di pintuMU aku mengetuk
Aku tidak bias berpaling
Pada
bait tersebut menggunakan majas hiperbola karena bait tersebut menggunakan
kata-kata yang berlebih-lebihan. “Di
pintu aku mengetuk”, dalam hal ini seolah-olah penyair benar-benar
berhadapan langsung dengan Tuhan.
Analisis Puisi “Hampa” karya: Chairil Anwar
A.
Tema
Tema
puisi ini yaitu penggambaran rasa kesepian dan penantian Chairil Anwar terhadap
wanita yang ia cintai. Puisi ini terdiri dari 12 larik.
Kepada
Sri
Chairil Anwar mengawali puisinya
dengan larik Kepada Sri, yang artinya puisi tersebut ia tunjukkan (ia
berbicara) kepada Sri, wanita yang ia cintai.
1. Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Larik tersebut menunjukkan
ungkapan rasa sepi Chairil Anwar atas penantiaannya terhadap wanita yang ia
cintai , hingga rasa sepi itu sangat menyiksa batinnya.
2. Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Rasa kesepian itu memb uat Chairil Anwar bagaikan pohon yang tak
bergerak. Hampa, kosong, dan ia tidak bisa berbuat apa-apa.
3. Sampai ke puncak. Sepi memangut,
Larik tersebut menggambarkan
kesepian yang dirasakan Chairil Anwar sampai pada puncaknya, tak terbendung, ia
tak kuasa menahannya.
4. Tak satu kuasa melepas-renggut
Namun kesepian itu tak membuat
Chairil Anwar melepaskan cintanya kepada Sri, tak ada satu pun yang mampu
merenggut cintanya.
5. Segala menanti. Menanti. Menanti.
Pada larik ini, terjadi
pengulangan kata menanti. Menanti. Menanti, yang berarti, Chairil Anwar akan
terus menanti/menunggu pujaan hatinya itu.
6. Sepi.
Chairil Anwar merasa sendiri,
sepi tak ada yang menemani.
7. Tambah ini menanti jadi mencekik
Penantian cintanya itu justru
membuat Chairil Anwar makin merasa tersiksa, batinnya tertekan, dan hatinya
begitu sakit.
8. Memberat-mencekung pundak
Beban yang Chairil Anwar rasakan
akibat penantian itu, sangat berat dirasakannya.
9. Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Chairil
Anwar merasakan hatinya sampai pada rasa sakit dan hancur teramat sangat, namun
ia belum juga mendapat jawaban dari penantiannya tersebut.
10. Udara bertuba. Setan bertempik
Suasana sekitar yang dirasakan
Chairil Anwar begitu penat, ia merasakan hatinya menjerit-jerit, sehingga
membuat ia semakin tak kuasa menahan penantiannya itu.
11.
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Kesepian yang Chairil Anwar rasakan memang terus
ada, namun meski begitu, ia akan selalu tetap
menanti
Sri, pujaan hatinya.
B.
Diksi
Diksi atau pemilihan kata yang
digunakan Chairil Anwar dalam mengungkapkan perasaannya pada puisi di atas,
menggunakan kata-kata yang bersifat konotatif, seperti pada larik: Lurus kaku
pohonan. Tak bergerak, Memberat-mencekung pundak, dan Udara bertuba. Setan
bertempik. Sehingga pembaca harus memaknai lebih lanjut apa maksud dari puisi
tersebut. Keseluruhan puisi, didominasi oleh kata sepi, terbukti pada larik:
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak, yang berarti Chairil Anwar tertekan karena
kesepian yang dirasakannya. Imaji dalam puisi ini, Chairil Anwar menggambarkan
atau melukiskan perasaan kesepiannya yang ditimbulkan dalam bentuk imaji
perasaan, terbukti pada larik: Ini sepi terus ada. Dan menanti, yang berarti
meski merasa sepi, namun ia akan terus menanti.
C.
Nada
Nada dalam puisi ini menunjukkan kesedihan disertai
rasa kesal karena kesepian Chairil Anwar terhadap penantiannya, terbukti pada
larik-larik:
Sepi di luar. Sepi menekan
mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memangut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi
Sampai ke puncak. Sepi memangut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi
D.
Majas
Majas atau gaya bahasa yang
digunakan yaitu: Paralelisme: Segala menanti. Menanti. Menanti, Sepi di luar.
Sepi menekan mendesak, Ini sepi terus ada. Dan menanti. Pengulangan kata
sepi dan menanti, memberi penegasan bahwa Chairil Anwar sangat kesepian, namun
meski sepi, ia akan terus menanti pujaan hatinya. Personifikasi: Lurus kaku
pohonan. Tak bergerak. Kata pohonan disini seakan-akan makhluk hidup yang
memiliki rasa kaku. Hiperbola: Udara bertuba. Setan bertempik. Menggunakan kata
setan, yang terkesan berlebihan. Rima atau persamaan bunyi pada konsonan “K”
dan “T”:
Sepi di luar.
Sepi menekan
mendesak.
Lurus kaku pohonan.
Tak bergerak
Sampai ke puncak.
Sepi memangut,
Tak satu kuasa
melepas-renggut
..........
Tambah ini menanti jadi mencekik
Tambah ini menanti jadi mencekik
..........
Udara bertuba. Setan bertempik
Udara bertuba. Setan bertempik
E.
Amanat
Amanat yang terkandung dalam
puisi ini yaitu, jangan membuat orang lain menanti sesuatu yang tidak pasti,
karena hal itu dapat memberikan rasa tidak nyaman.
F.
Gaya Bahasa
1.
Gaya Bahasa Personifikasi
Sepi du luar. Sepi menekan-mendesak.
Pada baris tersebut kata “sepi”
diibaratkan seperti makhluk yang bisa bergerak menekan dan mendesak.
2. Majas
Metafora
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak
3. Majas
Personifikasi
Sepi memagut,
4.
Majas Metafora
Tak satu kuasa melepas-renggut
5.
Majas Aliterasi
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
6.
Majas Personifikasi
Tambah ini menanti jadi mencekik
Analisis
Puisi “Kepada peminta-minta”
1.
Tema
Puisi Chairil Anwar menceritakan seseorang yang melarat,
miskin yang tidak memiliki apa-apa. Subjet matter yang ditonjolkan dalam
puisi ini yaitu tingkah atau sikap si peminta-minta dan bagaimana sikap penyair
terhadap nya. Penyair menekankan pandangannya kepada sang peminta-minta.
Bagaimana sikapnya terhadap kaum melarat. Pada baris ketiga Tapi jangan
tentang lagi aku menunjukkan sikapnya yang merasa nyaman dengan
kehadirannya. Penyair mengungkapkan semua yang terjadi telah diketahui. Hal ini
tertuang dalam baris 5, 6, 7 yaitu Jangan lagi kau bercerita sudah tercecer
semua dimuka dengan nanah yang meleleh dari muka semua itu telah terjadi
dan diketahui. Penyair juga merasa tertanggu dengan adanya peminta-peminta, hal
ini dinyatakan dalam baris dibibirku terasa pedas mengaum ditelingaku.
2.
Perasaan
Perasaan menyerah dan merasa bersalah atas dosa yang
diperbuat. Hal tersebut dikemukan pada baris 2 yaitu menyerahkan diri dan
segala dosa. Chairil Anwar memandang si peminta-minta dengan belakan mata
dan rasa benci. Muncul perasaan terganggu dan kurang simpati terhadap si
peminta-minta.Selain itu, Chairil juga menunjukkan sikap jengkel kepada si
peminta-minta. Sikap yang terlalu menyerah pada keadaan hidup dan begitu
menunjukkan kepedihannya dan kemelaratannya.
3.
Nada
Nada sinis muncul
akibat dari kebencian pengarang kepada peminta-minta. Hal tersebut salah
satunya muncul pada baris puisi berikut jangan lagi kau becerita sudah
tercacar semua dimuka nanah meleleh dari muka sambil di jalan kau usap juga. Muncul
nada sinis akibat dari tekanan yang didasarkan oleh rasa benci dari sikap si
peminta-minta.Selain itu, terlihat terdapat nada menyindir dari makna puisi
Chairil Anwar. Menyindir pada tingkah si peminta-minta yang terlalu
melebih-lebihkan rasa penderitaannya.
4.
Amanat
Dalam hal ini Chairil
Anwar yang memiliki sikap ekspresionisme memberikan sajian puisi yang
ekspresif. Ia mengemukakan sikapnya terhadap si peminta-minta. Chairil
menunjukkan sikap sosial dan kenyataan yang terjadi pada masyarakat. Sikap
Chairil yang kritis menampilkan gambaran yang sesungguhnya tentang kehidupan
rakyat miskin atau kaum melarat. Dengan demikian mampu menyampaikan pesan
secara tidak langsung kepada pembaca bagaimana sikap dan perilaku yang
seharusnya dilakukan. Menyampaikan amanat dan pesan moral kepada
masyarakat/pembacanya.
5.
Diksi
Diksi dalam puisi “Kepada Peminta-minta” memiliki makna
kiasan yang harus dipahami secara seksama. Tokoh aku dan dia memerlukan
interprestasi sendiri untuk menentukannya. Hal ini dalam setiap maksudnya
memerlukan pemahaman yang menyeluruh. Secara umum puisi ini juga sulit untuk
dipahami, terdapat penafsiran tertentu. Dengan demikian penggunaan kata
konotatif dalam puisi tersebut cukup menjadi perhatian.
Penyair menggunakan kata-kata
tersebut untuk mengungkapkan sesuatu. Sesuatu itulah yang dinamakan makna
konotatif. Jadi, penggunaan kata konotatif dilakukan untuk menyatakan sesuatu
secara tidak langsung. Penggunaan kata konotatif juga untuk menciptakan efek
estetis. Sesuai dengan judulnya, puisi tersebut banyak menggunakan kata
konotasi. Misalnya pada baris ke empat Nanti darahku jadi beku. Hal ini
merupakan makna konotasi yang memerlukan penafsiran. Terdapat pula makna
konotasi pada baris ke enam Sudah tercacar semua di muka. Secara
keseluruhan puisi ini memiliki makna kiasan yang perlu untuk ditelaah
sebelumnya. Bukan jenis citraan yang mengandung makna denotasi yang secara umum
mudah untuk langsung dipahami.
Pemilihan kata pada baris genap
tidak terlepas dari kata yang digunakan pada dua baris pertama. Misalnya pada
baris pertama penyair mengatakan dia akan menghadap Dia, maka pada baris kedua
kata menyerahkan diri dan segala dosa dirasa sangat cocok konteksnya. Pada
baris ketiga dan keempat penyair meminta untuk jangan menentang dirinya lagi,
maka darahnya akan menjadi beku, hal ini sesuai konteksnya. Pada baris kelima
dan keenam penyair meminta untuk jangan bercerita lagi, semua sudah tercacar
dimuka. Baris ketujuh dan kedelapan penyair nanah meleleh dari luka sambil
berjalan kau usap juga. Dari hal itu terlihat pemilihan kata yang tepat sekali
yang digunakan oleh penyair.
Pilihan kata (diksi) dalam puisi
“Kepada Peminta-minta” mempunyai efek kecewa, menyerah, letih, terluka,
sedih, berat, dan risau. Hal itu dapat terlihat dari penggunaan kata: menyerahkan
diri, tentang, luka, tercacar, meleleh, menghempas, mengerang, merebah,
menetas. Sedangkan adanya risau terlihat dari apa yang di ungkap oleh
penyair yaitu: mengganggu, menghempas, merasa pedas dan mengaum di telinga.
Selain itu, penyair juga menggunakan pilihan kata yang menciptakan efek letih,
menyerah, kecewa, terluka, dan risau. Kesimpulan dari analisis gaya kata adalah
puisi “Kepada Peminta-minta” selain menggunakan kata konotatif untuk
mengungkapkan gagasan dan juga menggunakan efek estetis.
6. Majas/Gaya
bahasa
a. Asonansi
Baik,
baik aku menghadap Dia
Menyerahkan
diri dan segala dosa
Tapi
jangan tentang lagi aku
Nanti
darahku jadi beku
b. Hiperbola
Nanti
darahku jadi beku
Nanah
meleh dari luka
c. Asonansi
Jangan
lagi kau bercerita
Sudah
tercacar semua di muka
Nanah
meleleh dari muka
Sambil
berjalan kau usap juga
d. Metafora
Bersuara
tiap kau melangkah
e. Personifikasi
Mengerang
tiap kau memandang
f. Metafora
Mengganggu
dalm mimpiku
g. Hiperbola
Menghempas
aku dibumi keras
Di
bibirku terasa pedas
Mengaum
di telingaku
Analisis Puisi “DENDAM”
Berdiri
tersentak
Dari
mimpi aku bengis dielak
Aku
tegak
Bulan
bersinar sedikit tak tampak
Tangan
meraba ke bawah bantalku
Keris
berkarat kugenggam di hulu
Bulan
bersinar sedikit tak tampak
Aku
mencari
Mendadak
mati kuhendak berbekas di jari
Aku
mencari
Diri
tercerai dari hati
Bulan
bersinar sedikit tak tampak
Bediri tersentak
Analisis Puisi “KITA GUYA LEMAH”
Kita
guyah lemah
Sekali
tetak tentu rebah
Segala
erang dan jeritan
Kita
pendam dalam keseharian
Mari
tegak merentak
Diri-sekeliling
kita bentak
Ini
malam purnama akan menembus awan
a. Analisis
Isi
Kita
guyah lemah
Pada larik ini penyair mengibaratkan
dirinya dan mereka yang dimaksud adalah orang-orang yang lemah dan tidak punya
daya serta upaya dalam pembeaan diri.
Sekali
tetak tentu rebah
Maksudnya di sini adalah
penggambaran diri yang benar-benar rapuh, sehingga dengan sedikit tekanan akan
membuatnya rapuh.
Segala
erang dan jeritan
Maksudnya di sini adalah kesedihan
yang mereka alami dan luka yang menimpanya.
Kita
pendam dalam keseharian
Maksudnya di sini adalah merujuk
pada larik nomor tiga, bahwa seperti apapun luka dan kesedihan yang mereka
alami sudah terbiasa menghampiri mereka. Sehingga semua sudah menjadi biasa.
Mari
tegak merentak
Pada larik ini menyuarakan bahwa
seperti apapun kesedihan dan luka yang mereka alami tetap harus dihadapi dengan
tegar.
Diri-sekeliling
kita bentak
Maksudnya adalahseperti apapun
cobaan dan godaan yang menjatuhka tetap mereka akan bangkit dan semangat lagi.
Ini
malam purnama akan menembus awan.
Pada larik ini penyair menggambarkan
akan ada harapan dalam untuk mereka bangkit nantinya dari kesedihan dan
keterpurakan itu.
b. Gaya
Bahasa
Kita guyah lemah
Pada
larik ini menggunakan majas metafora, karena kata guyah lemah di sisni dimaksudkan sebagai bentuk ketidakberdayaan
dan tidak ada kekuatan.
Sekali tetak tentu rebah
Pada
larik ini menggunakan majas hiperbola, karena mengungkapkan sesuatu dengan
kata-kata yang berlebihan. Pada larik tersebut mengungkapkan kembali bahwa
begitu lemah dan tak berdayanya mereka, sehingga cukup dengan sekali tetak
langsung rebah. Artinya mereka tidak punya kekuatan dan pertahanan.
Segala erang dan jeritan
Menggambarkan
kesedihan dan luka yang dialami mereka. Pada larik ini menggunakan majas
hiperbola. Karena “erang” dan “jeritan” pengistilahan terhadap tangis dan luka
yang mereka rasakan.
Kita pendam dalam keseharian
Merujuk
pada larik sebelumnya, bahwa mereka telah terbiasa dengan keadaan seperti itu.
Sehingga penulis mengibaratkan kesedihan tersebut telah menjadi lumrah dalam
keseharian mereka.
Mari tegak merentak
Larik
tersebut sebagai ungkapan ajakan untuk tidak terlena dengan kesedihan dan
kelemahan mereka. Dalam hal ini penulis menyatakan ajakan untuk bangun dan
lupakan segala kegundahan. Majas yang digunakan dalam larik ini adalah majas
metafora, karena “tegak merentak” di sini dimaksudkan bahwa selemah apapun mereka
mereka tetap bisa bangun dari kelemahan tersebut.
Diri-sekeliling kita bentak
Maksudnya
bentak di sini adalah ajakan dan dorongan untuk mari bangkita bersama dan
hilangkan segala kesedihan yang mereka rasakan saat ini. Majas yang digunakan
adalah personifikasi.
Ini malam purnama akan menembus awan
Sebuah
ungkapan adanya harapan untuk mereka yang telah putus asa. Bahwa harapan itu
masih ada dan harus segara mereka capai. Majas dalam larik ini adalah majas
metafora.
0 komentar:
Posting Komentar