Rabu, 23 September 2015

ANALISIS SAJAK “ DOA, HAMPA, KITA GUYAH LEMAH, DAN KEPADA PEMINTA-MINTA” KARYA CHAIRIL ANWAR

ANALISIS SAJAK “ DOA, HAMPA, KITA GUYAH LEMAH,
 DAN KEPADA PEMINTA-MINTA”
KARYA CHAIRIL ANWAR
                                    





      

RAHMAD SATRIAWAN
NIM/BP 1100845/2011
         





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014
Analisis puisi “Doa” karya: Chairil Anwar
A.     Tema
Puisi ' Doa´ karya Chairil Anwar di atas mengungkapkan tema tentang ketuhanan. Hal ini dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama, diksi yang digunakan sangat kental dengan kata-kata bernaka ketuhanan. Kata `dua´ yang digunakan sebagai judul menggambarkan sebuah permohonan atau komunikasi seorang penyair dengan SangPencipta. Kata-kata lain yang mendukung tema adalah: “Tuhanku, nama-Mu, mengingat Kau,caya-Mu, di pintu-Mu.”
Kedua, dari segi isi puisi tersebut menggambarkan sebuah renungandirinya yang menyadari tidak bisa terlepas dari Tuhan. Dari cara penyair memaparkan isi hatinya, puisi´Doa´sangat tepat bila digolongkan padaaliran ekspresionisme, yaitu sebuah aliran yang menekankan segenap perasaan atau jiwanya.
Perhatikan kutipan larik berikut :
(1) Biar susah sungguhMengingat Kau penuh seluruh
(2) Aku hilang bentuk remuk
(3) Di Pintu-Mu aku mengetuk
     Aku tidak bisa berpaling

Puisi yang bertemakan ketuhanan ini memang mengungkapkan dialog dirinya denganTuhan.
Kata `Tuhan´ yang disebutkan beberapa kali memperkuat bukti tersebut, seolah-olah penyair sedang berbicara dengan Tuhan.

B.     Nada dan Suasana
Nada berarti sikap penyair terhadap pokok persoalan (feeling) atau sikap penyair terhadap pembaca. Sedangkan suasana berarti keadaan perasaan pembaca sebagai akibat pembacaan puisi. Nada yang berhubungan dengan tema ketuhanan menggambarkan betapa dekatnya hubungan penyair dengan Tuhannya. Berhubungan dengan pembaca, maka puisi `Doa´tersebut bernada sebuah ajakan agar pembaca menyadari bahwa hidup ini tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena itu, dekatkanlah diri kita dengan Tuhan. Hayatilah makna hidup ini sebagai sebuah pengembaraan di negeri `asing´.

C.     Perasaan 
Perasaan berhubungan dengan suasana hati penyair. Dalam puisi ´Doa´ gambaran perasaan penyair adalah perasaan terharu dan rindu. Perasaan tersebut tergambar dari diksi yang digunakan antara lain: termenung, menyebut nama-Mu, Aku hilang bentuk, remuk, Aku tak bisa berpaling.

D.     Amanat
Sesuai dengan tema yang diangkatnya, puisi ´Doa´ ini berisi amanat kepada pembaca agar menghayati hidup dan selalu merasa dekat dengan Tuhan. Agar bisa melakukan amanat tersebut, pembaca bisa merenung (termenung) seperti yang dicontohkan penyair. Penyair juga mengingatkan pada hakikatnya hidup kita hanyalah sebuah ´pengembaraan di negeri asing´ yang suatu saat akan kembali juga. Hal ini dipertegas penyair pada bait terakhir sebagai berikut:
Tuhanku,
Di Pintu-Mu Aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling


E.      Majas

1.      Majas Metafora

Kepada pemeluk teguh

Pada baris tersebut menggunakan  majas metafora karena baris tersebut dimaksudkan “kepada Tuhan.
2.      Majas Asonansi
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
            Pada bait tersebut menggunakan majas asonansi karena terdapat perulangan vocal yang sama.
3.      Majas Hiperbola
cahayaMu panas suci
Pada baris tersebut terdapat  majas hiperbola karena baris tersebut menyatakan hal yang berlebih-lebihan. Sama halnya dengan bait berikut:
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
4.      Majas Sinekdoke Pars Pro Toto
Tuhanku
Aku mngembara di negeri asing
                  Sinekdoke pars pro toto merupakan majas yang menyebutkan nama sebagian sebagai pengganti nama keseluruhan. Maksud mengembara di negeri asing ini adalah penyair menyatakan bahw ia sedang berjuang di dunia ini.
5.      Majas Hiperbola
Tuhanku
Di pintuMU aku mengetuk
Aku tidak bias berpaling
            Pada bait tersebut menggunakan majas hiperbola karena bait tersebut menggunakan kata-kata yang berlebih-lebihan. “Di pintu aku mengetuk”, dalam hal ini seolah-olah penyair benar-benar berhadapan langsung dengan Tuhan.









Analisis Puisi “Hampa” karya: Chairil Anwar
A.     Tema
Tema puisi ini yaitu penggambaran rasa kesepian dan penantian Chairil Anwar terhadap wanita yang ia cintai. Puisi ini terdiri dari 12 larik.
Kepada Sri
Chairil Anwar mengawali puisinya dengan larik Kepada Sri, yang artinya puisi tersebut ia tunjukkan (ia berbicara) kepada Sri, wanita yang ia cintai.

1. Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
           
Larik tersebut menunjukkan ungkapan rasa sepi Chairil Anwar atas penantiaannya terhadap wanita yang ia cintai , hingga rasa sepi itu sangat menyiksa batinnya.

2. Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
           
Rasa kesepian itu memb  uat Chairil Anwar bagaikan pohon yang tak bergerak. Hampa, kosong, dan ia tidak bisa berbuat apa-apa.

3. Sampai ke puncak. Sepi memangut,
           
Larik tersebut menggambarkan kesepian yang dirasakan Chairil Anwar sampai pada puncaknya, tak terbendung, ia tak kuasa menahannya.

4. Tak satu kuasa melepas-renggut
           
Namun kesepian itu tak membuat Chairil Anwar  melepaskan cintanya kepada Sri, tak ada satu pun yang mampu merenggut cintanya.

5. Segala menanti. Menanti. Menanti.   
           
Pada larik ini, terjadi pengulangan kata menanti. Menanti. Menanti, yang berarti, Chairil Anwar akan terus menanti/menunggu pujaan hatinya itu.

6. Sepi.
           
Chairil Anwar merasa sendiri, sepi tak ada yang menemani.

7. Tambah ini menanti jadi mencekik
           
Penantian cintanya itu justru membuat Chairil Anwar makin merasa tersiksa, batinnya tertekan, dan hatinya begitu sakit.

8. Memberat-mencekung pundak
           
Beban yang Chairil Anwar rasakan akibat penantian itu, sangat berat dirasakannya.

9. Sampai binasa segala. Belum apa-apa
   
       
 Chairil Anwar merasakan hatinya sampai pada rasa sakit dan hancur teramat sangat, namun ia belum juga mendapat jawaban dari penantiannya tersebut.

 10. Udara bertuba. Setan bertempik

Suasana sekitar yang dirasakan Chairil Anwar begitu penat, ia merasakan hatinya menjerit-jerit, sehingga membuat ia semakin tak kuasa menahan penantiannya itu.

11. Ini sepi terus ada. Dan menanti.

Kesepian yang Chairil Anwar rasakan memang terus ada, namun meski begitu, ia akan selalu tetap
 menanti Sri, pujaan hatinya.

B.     Diksi
Diksi atau pemilihan kata yang digunakan Chairil Anwar dalam mengungkapkan perasaannya pada puisi di atas, menggunakan kata-kata yang bersifat konotatif, seperti pada larik: Lurus kaku pohonan. Tak bergerak, Memberat-mencekung pundak, dan Udara bertuba. Setan bertempik. Sehingga pembaca harus memaknai lebih lanjut apa maksud dari puisi tersebut. Keseluruhan puisi, didominasi oleh kata sepi, terbukti pada larik: Sepi di luar. Sepi menekan mendesak, yang berarti Chairil Anwar tertekan karena kesepian yang dirasakannya. Imaji dalam puisi ini, Chairil Anwar menggambarkan atau melukiskan perasaan kesepiannya yang ditimbulkan dalam bentuk imaji perasaan, terbukti pada larik: Ini sepi terus ada. Dan menanti, yang berarti meski merasa sepi, namun ia akan terus menanti.

C.     Nada
Nada dalam puisi ini menunjukkan kesedihan disertai rasa kesal karena kesepian Chairil Anwar terhadap penantiannya, terbukti pada larik-larik:
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memangut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi

D.     Majas
Majas atau gaya bahasa yang digunakan yaitu: Paralelisme: Segala menanti. Menanti. Menanti, Sepi di luar. Sepi menekan mendesak,  Ini sepi terus ada. Dan menanti. Pengulangan kata sepi dan menanti, memberi penegasan bahwa Chairil Anwar sangat kesepian, namun meski sepi, ia akan terus menanti pujaan hatinya. Personifikasi: Lurus kaku pohonan. Tak bergerak. Kata pohonan disini seakan-akan makhluk hidup yang memiliki rasa kaku. Hiperbola: Udara bertuba. Setan bertempik. Menggunakan kata setan, yang terkesan berlebihan. Rima atau persamaan bunyi pada konsonan “K” dan “T”:

Sepi di luar.
Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan.
Tak bergerak
Sampai ke puncak.
Sepi memangut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
..........
Tambah ini menanti jadi mencekik
..........
Udara bertuba. Setan bertempik

E.      Amanat
Amanat yang terkandung dalam puisi ini yaitu, jangan membuat orang lain menanti sesuatu yang tidak pasti, karena hal itu dapat memberikan rasa tidak nyaman.

F.      Gaya Bahasa
1.      Gaya Bahasa Personifikasi
Sepi du luar. Sepi menekan-mendesak.
Pada baris tersebut kata “sepi” diibaratkan seperti makhluk yang bisa bergerak menekan dan mendesak.

2.      Majas Metafora
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak

3.      Majas Personifikasi
Sepi memagut,

4.      Majas Metafora
Tak satu kuasa melepas-renggut

5.      Majas Aliterasi
Segala menanti. Menanti. Menanti. Sepi.

6.      Majas Personifikasi
Tambah ini menanti jadi mencekik
Analisis Puisi “Kepada peminta-minta”
1.      Tema
Puisi Chairil Anwar menceritakan seseorang yang melarat, miskin yang tidak memiliki apa-apa. Subjet matter yang ditonjolkan dalam puisi ini yaitu tingkah atau sikap si peminta-minta dan bagaimana sikap penyair terhadap nya. Penyair menekankan pandangannya kepada sang peminta-minta.  Bagaimana sikapnya terhadap kaum melarat. Pada baris ketiga Tapi jangan tentang lagi aku menunjukkan sikapnya yang merasa nyaman dengan kehadirannya. Penyair mengungkapkan semua yang terjadi telah diketahui. Hal ini tertuang dalam baris 5, 6, 7 yaitu Jangan lagi kau bercerita sudah tercecer semua dimuka dengan nanah yang meleleh dari muka semua itu telah terjadi dan diketahui. Penyair juga merasa tertanggu dengan adanya peminta-peminta, hal ini dinyatakan dalam baris dibibirku terasa pedas mengaum ditelingaku.
2.      Perasaan
Perasaan menyerah dan merasa bersalah atas dosa yang diperbuat. Hal tersebut dikemukan pada baris 2 yaitu menyerahkan diri dan segala dosa. Chairil Anwar memandang si peminta-minta dengan belakan mata dan rasa benci. Muncul perasaan terganggu dan kurang simpati terhadap si peminta-minta.Selain itu, Chairil juga menunjukkan sikap jengkel kepada si peminta-minta. Sikap yang terlalu menyerah pada keadaan hidup dan begitu menunjukkan kepedihannya dan kemelaratannya.
3.      Nada  
 Nada sinis muncul akibat dari kebencian pengarang kepada peminta-minta. Hal tersebut salah satunya muncul pada baris puisi berikut jangan lagi kau becerita sudah tercacar semua dimuka nanah meleleh dari muka sambil di jalan kau usap juga. Muncul nada sinis akibat dari tekanan yang didasarkan oleh rasa benci dari sikap si peminta-minta.Selain itu, terlihat terdapat nada menyindir dari makna puisi Chairil Anwar. Menyindir pada tingkah si peminta-minta yang terlalu melebih-lebihkan rasa penderitaannya.
4.      Amanat
 Dalam hal ini Chairil Anwar yang memiliki sikap ekspresionisme memberikan sajian puisi yang ekspresif. Ia mengemukakan sikapnya terhadap si peminta-minta. Chairil menunjukkan sikap sosial dan kenyataan yang terjadi pada masyarakat. Sikap Chairil yang kritis menampilkan gambaran yang sesungguhnya tentang kehidupan rakyat miskin atau kaum melarat. Dengan demikian mampu menyampaikan pesan secara tidak langsung kepada pembaca bagaimana sikap dan perilaku yang seharusnya dilakukan. Menyampaikan amanat dan pesan moral kepada masyarakat/pembacanya.

5.       Diksi

Diksi dalam puisi “Kepada Peminta-minta” memiliki makna kiasan yang harus dipahami secara seksama. Tokoh aku dan dia memerlukan interprestasi sendiri untuk menentukannya. Hal ini dalam setiap maksudnya memerlukan pemahaman yang menyeluruh. Secara umum puisi ini juga sulit untuk dipahami, terdapat penafsiran tertentu. Dengan demikian penggunaan kata konotatif dalam puisi tersebut cukup menjadi perhatian.
            Penyair menggunakan kata-kata tersebut untuk mengungkapkan sesuatu. Sesuatu itulah yang dinamakan makna konotatif. Jadi, penggunaan kata konotatif dilakukan untuk menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Penggunaan kata konotatif juga untuk menciptakan efek estetis. Sesuai dengan judulnya, puisi tersebut banyak menggunakan kata konotasi. Misalnya pada baris ke empat Nanti darahku jadi beku. Hal ini merupakan makna konotasi yang memerlukan penafsiran. Terdapat pula makna konotasi pada baris ke enam Sudah tercacar semua di muka. Secara keseluruhan puisi ini memiliki makna kiasan yang perlu untuk ditelaah sebelumnya. Bukan jenis citraan yang mengandung makna denotasi yang secara umum mudah untuk langsung dipahami.
            Pemilihan kata pada baris genap tidak terlepas dari kata yang digunakan pada dua baris pertama. Misalnya pada baris pertama penyair mengatakan dia akan menghadap Dia, maka pada baris kedua kata menyerahkan diri dan segala dosa dirasa sangat cocok konteksnya. Pada baris ketiga dan keempat penyair meminta untuk jangan menentang dirinya lagi, maka darahnya akan menjadi beku, hal ini sesuai konteksnya. Pada baris kelima dan keenam penyair meminta untuk jangan bercerita lagi, semua sudah tercacar dimuka. Baris ketujuh dan kedelapan penyair nanah meleleh dari luka sambil berjalan kau usap juga. Dari hal itu terlihat pemilihan kata yang tepat sekali yang digunakan oleh penyair.
            Pilihan kata (diksi) dalam puisi “Kepada Peminta-minta” mempunyai efek kecewa, menyerah, letih,  terluka, sedih, berat, dan risau. Hal itu dapat terlihat dari penggunaan kata: menyerahkan diri, tentang, luka, tercacar, meleleh, menghempas, mengerang, merebah, menetas. Sedangkan adanya risau terlihat dari apa yang di ungkap oleh penyair yaitu: mengganggu, menghempas, merasa pedas dan mengaum di telinga. Selain itu, penyair juga menggunakan pilihan kata yang menciptakan efek letih, menyerah, kecewa, terluka, dan risau. Kesimpulan dari analisis gaya kata adalah puisi “Kepada Peminta-minta” selain menggunakan kata konotatif untuk mengungkapkan gagasan dan juga menggunakan efek estetis.

6.      Majas/Gaya bahasa
a.       Asonansi
Baik, baik aku menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku

b.      Hiperbola
Nanti darahku jadi beku
Nanah meleh dari luka

c.       Asonansi
Jangan lagi kau bercerita
Sudah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari muka
Sambil berjalan kau usap juga

d.      Metafora
Bersuara tiap kau melangkah

e.       Personifikasi
Mengerang tiap kau memandang

f.       Metafora
Mengganggu dalm mimpiku

g.       Hiperbola
Menghempas aku dibumi keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaum di telingaku












Analisis Puisi “DENDAM”
Berdiri tersentak
Dari mimpi aku bengis dielak

Aku tegak
Bulan bersinar sedikit tak tampak

Tangan meraba ke bawah bantalku
Keris berkarat kugenggam di hulu

Bulan bersinar sedikit tak tampak
Aku mencari
Mendadak mati kuhendak berbekas di jari

Aku mencari
Diri tercerai dari hati

Bulan bersinar sedikit tak tampak

Bediri tersentak





Analisis Puisi “KITA GUYA LEMAH”
Kita guyah lemah
Sekali tetak tentu rebah
Segala erang dan jeritan
Kita pendam dalam keseharian 
Mari tegak merentak
Diri-sekeliling kita bentak
Ini malam purnama akan menembus awan

a.      Analisis Isi
Kita guyah lemah
Pada larik ini penyair mengibaratkan dirinya dan mereka yang dimaksud adalah orang-orang yang lemah dan tidak punya daya serta upaya dalam pembeaan diri.

Sekali tetak tentu rebah
Maksudnya di sini adalah penggambaran diri yang benar-benar rapuh, sehingga dengan sedikit tekanan akan membuatnya rapuh.

Segala erang dan jeritan
Maksudnya di sini adalah kesedihan yang mereka alami dan luka yang menimpanya.

Kita pendam dalam keseharian
Maksudnya di sini adalah merujuk pada larik nomor tiga, bahwa seperti apapun luka dan kesedihan yang mereka alami sudah terbiasa menghampiri mereka. Sehingga semua sudah menjadi biasa.



Mari tegak merentak
Pada larik ini menyuarakan bahwa seperti apapun kesedihan dan luka yang mereka alami tetap harus dihadapi dengan tegar.

Diri-sekeliling kita bentak
Maksudnya adalahseperti apapun cobaan dan godaan yang menjatuhka tetap mereka akan bangkit dan semangat lagi.

Ini malam purnama akan menembus awan.
Pada larik ini penyair menggambarkan akan ada harapan dalam untuk mereka bangkit nantinya dari kesedihan dan keterpurakan itu.

b.      Gaya Bahasa
Kita guyah lemah
Pada larik ini menggunakan majas metafora, karena kata guyah lemah di sisni dimaksudkan sebagai bentuk ketidakberdayaan dan tidak ada kekuatan.

Sekali tetak tentu rebah
Pada larik ini menggunakan majas hiperbola, karena mengungkapkan sesuatu dengan kata-kata yang berlebihan. Pada larik tersebut mengungkapkan kembali bahwa begitu lemah dan tak berdayanya mereka, sehingga cukup dengan sekali tetak langsung rebah. Artinya mereka tidak punya kekuatan dan pertahanan.

Segala erang dan jeritan
Menggambarkan kesedihan dan luka yang dialami mereka. Pada larik ini menggunakan majas hiperbola. Karena “erang” dan “jeritan” pengistilahan terhadap tangis dan luka yang mereka rasakan.

Kita pendam dalam keseharian
Merujuk pada larik sebelumnya, bahwa mereka telah terbiasa dengan keadaan seperti itu. Sehingga penulis mengibaratkan kesedihan tersebut telah menjadi lumrah dalam keseharian mereka.

Mari tegak merentak
Larik tersebut sebagai ungkapan ajakan untuk tidak terlena dengan kesedihan dan kelemahan mereka. Dalam hal ini penulis menyatakan ajakan untuk bangun dan lupakan segala kegundahan. Majas yang digunakan dalam larik ini adalah majas metafora, karena “tegak merentak” di sini dimaksudkan bahwa selemah apapun mereka mereka tetap bisa bangun dari kelemahan tersebut.

Diri-sekeliling kita bentak
Maksudnya bentak di sini adalah ajakan dan dorongan untuk mari bangkita bersama dan hilangkan segala kesedihan yang mereka rasakan saat ini. Majas yang digunakan adalah personifikasi.

Ini malam purnama akan menembus awan
Sebuah ungkapan adanya harapan untuk mereka yang telah putus asa. Bahwa harapan itu masih ada dan harus segara mereka capai. Majas dalam larik ini adalah majas metafora.



0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2015 diaro | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top