PERBEDAAN BAHASA
MINANG DI NAGARI SIALANG,
NAGARI PAUAH, DAN
NAGARI IV KOTO HILIA:
STUDI KASUS PADA
MAHASISWA FBS UNP
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bahasa
adalah media yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya.
Melalui bahasa, seseorang dapat mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya
kepada orang lain. Bahasa juga merupakan ekspresi jiwa yang ditunjukkan lewat
kata-kata. Jadi, tujuan berbahasa adalah untuk berkomunikasi.
Berbicara
mengenai bahasa, Indonesia merupakan negara yang kaya dengan berbagai macam
bahasa. Mulai dari Sabang di ujung Sumatera sampai ke Merauke di sudut Papua,
hampir setiap daerah memiliki bahasa masing-masing yang berbeda satu dengan
yang lain. Hal ini tidak lepas dari ciri bahasa itu sendiri, yaitu arbitrer
yang berarti sembarang atau manasuka, tergantung konvensi atau kesepakatan
masyarakat pemakainya.
Dari
sekian banyak bahasa yang ada di Indonesia, satu di antaranya adalah bahasa Minang.
Bahasa Minang dipakai oleh masyarakat suku Minangkabau yang ada di Sumatera
Barat. Bahasa Minang sedikit banyak memiliki kesamaan dengan bahasa Indonesia
dan bahasa Malaysia karena ketiganya tergabung dalam rumpun bahasa Melayu. Namun,
bahasa Minang itu sendiri masih memiliki perbedaan di berbagai daerah di
Sumatera Barat. Sebuah kata di suatu daerah belum tentu sama dengan daerah
lain. Hal ini tentu akan menimbulkan makna yang berbeda pula. Oleh sebab itu,
penelitian ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
berinteraksi akibat perbedaan bahasa. Dengan demikian, kelancaran komunikasi
akan tetap terjaga.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut. Bagaimanakah perbedaan bahasa Minang di Nagari Sialang, Nagari
Pauah, dan Nagari IV Koto Hilia berdasarkan studi kasus pada mahasiswa FBS UNP?
C.
Tujuan
Penelitian
Dari
rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan
perbedaan bunyi (fonem) bahasa Minang di Nagari Sialang, Nagari Pauah, dan
Nagari IV Koto Hilia berdasarkan studi kasus pada mahasiswa FBS UNP; (2) mendeskripsikan
perbedaan kosakata bahasa Minang di Nagari Sialang, Nagari Pauah, dan Nagari IV
Koto Hilia berdasarkan studi kasus pada mahasiswa FBS UNP.
D.
Manfaat
Penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat memiliki manfaat, baik secara teoretis maupun secara
praktis. Secara teoretis, manfaat penelitian ini adalah menambah ilmu di bidang
fonologi dan morfologi serta menginventarisasi bahasa Minang yang ada di Nagari
Sialang, Nagari Pauah, dan Nagari IV Koto Hilia. Secara praktis, manfaat
penelitian ini adalah menambah kesadaran masyarakat Minangkabau—khususnya Nagari
Sialang, Nagari Pauah, dan Nagari IV Koto Hilia—bahwa terdapat perbedaan bahasa
Minang di daerah yang satu dengan daerah yang lain, sehingga masyarakat bisa
menyesuaikan diri dengan masyarakat lain dengan cara menggunakan bahasa Minang
suatu nagari ketika berada di nagari tersebut guna menghindari kesalahpahaman
dalam berkomunikasi.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Dialek
Dialek (bahasa
Yunani: διάλεκτος, dialektos),
adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Menurut Abdul Chaer, dialek
adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang
berbeda dari satu tempat wilayah atau area tertentu. Berbeda dengan ragam
bahasa yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Variasi ini
berbeda satu sama lain, tetapi masih banyak menunjukkan kemiripan sehingga
belum pantas disebut bahasa yang berbeda. Biasanya pemerian dialek adalah
berdasarkan geografi, namun bisa berdasarkan faktor lain, misalkan faktor
sosial.
Sebuah dialek
dibedakan berdasarkan kosakata, tata bahasa,
dan pengucapan (fonologi,
termasuk prosodi). Jika pembedaannya hanya
berdasarkan pengucapan, maka istilah yang tepat ialah aksen dan bukan
dialek. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dialek adalah variasi bahasa dari
sekelompok penutur yang berbeda dengan kelompok penutur lain berdasarkan atas
letak geografi, faktor sosial, dan lain-lain. Ilmu yang mempelajari dialek
disebut dialektologi, yaitu bidang studi
yang bekerja dalam memetakan batas dialek dari suatu bahasa.
Contoh dialek antara lain sebagai berikut. (1) Dialek jawa
Surabaya dan dialek jawa Malang-an. Dialek jawa Surabaya: jeketek (sesuatu yang terjadi di luar pikiran/ oalah...); matek (mati, meninggal). Dialek jawa
Malang: nggletek (sesuatu yang
terjadi di luar pikiran/oalah...); mati (mati, meninggal).
(2) Dialek
bahasa Inggris Amerika dan bahasa Inggris British. british <==> american;
football <==> soccer; biscuit <==> cookie;
toilet <==> rest room; shop <==> store. (3) Dialek
bahasa Jepang Kantou dan dialek bahasa
Jepang Kansai. Bahasa Jepang Kantou: acchi
(panas), sammi (dingin). Bahasa
Jepang Kansai: atsui (panas), samui (dingin).
Dialek dibedakan atas beberapa hal, yaitu sebagai
berikut. (1) Dialek
regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah
tertentu sehingga ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan
bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa.
Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon,
dialek Jakarta
(Betawi), atau
bahasa Melayu dialek Medan.
(2) Dialek
sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat
tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek
wanita dan dialek remaja. (3) Dialek temporal, yaitu dialek yang
digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah. (4) Idiolek,
yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. S ekalipun semua orang berbahasa
Indonesia, masing-masing orang memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan,
tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak
dan tidak terhad. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara
pembicaraan, dan hubungan antarpembicara. Ragam bahasa menurut pokok
pembicaraan meliputi (1) ragam undang-undang,
(2) ragam jurnalistik,
(3) ragam ilmiah,
dan (4) ragam sastra.
Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas (1) ragam lisan,
terdiri dari (a) ragam percakapan, (b) ragam pidato, (c) ragam
kuliah, dan (d) ragam panggung.
(2)
Ragam tulis, terdiri dari (a) ragam teknis, (b) ragam undang-undang, (c) ragam
catatan, dan (d) ragam surat-menyurat.
Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk
segala keperluan, tetapi hanya untuk (1) komunikasi resmi, (2) wacana teknis, (3)
pembicaraan di depan khalayak ramai, dan (4) pembicaraan dengan orang yang
dihormati. Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.
B.
Fonologi
Fonologi
sebagai salah satu ilmu bahasa merupakan gabungan kata fon dan kata logi. Kata fon berarti bunyi dan kata logi berarti ilmu. Dilihat dari asal
usulnya, kata fonologi dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Inggris yang
berasal dari kata phonology. Kata phonology berasal dari gabungan kata phone dan kata logic. Kata phone berarti
bunyi bahasa, sedangkan kata logic
berarti ilmu pengetahuan. Oleh beberapa pakar, fonologi dimaksudkan sebagai
bidang ilmu linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan
runtunan bunyi-bunyi bahasa itu.
Dalam
ilmu bahasa ditemukan dua pendapat yang berbeda antara hubungan fonologi,
fonetik, dan fonemik. Pendapat pertama
menjelaskan bahwa ilmu fonologi dibedakan berdasarkan hierarki satuan bunyi
yang menjadi objek kajiannya, yakni fonetik dan fonemik. Artinya, ilmu bahasa
fonologi terdiri atas dua bidang, yakni fonetik dan fonemik. Jadi, pembicaraan
fonetik dan fonemik termasuk dalam garapan ilmu fonologi. Pendapat kedua menjelaskan bahwa ilmu fonologi tidak dibedakan
berdasarkan hierarki satuan bunyi yang menjadi objek kajiannya (fonetik dan
fonemik), akan tetapi ilmu fonetik berbeda dengan ilmu fonologi. Ilmu fonologi
adalah ilmu fonemik.
Artinya, ilmu
bahasa fonologi (fonemik) merupakan kelanjutan kajian bahasa dari ilmu fonetik.
Jadi, pembicaraan fonetik sebagai satu ilmu bahasa dilanjutkan dengan ilmu
fonemik yang disebut juga ilmu fonologi.
Bloch
dan Trager (dalam Amir, 2007: 32) menjelaskan bahwa pada hakikatnya bunyi bahasa
manusia merupakan suatu proses yang ditentukan oleh tiga aspek. Ketiga aspek tersebut
adalah aspek fisiologis, aspek akustis, dan aspek auditoris. Berdasarkan proses
tiga aspek itulah Bloch dan Trager membagi fonetik atas tiga jenis pula. Ketiga
jenis fonetik itu adalah fonetik artikulatoris, fonetik akustis, dan fonetik
auditoris.Fonetik artikulatoris mengkaji bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat
bicara (ucap) manusia, fonetik akustis mengkaji proses perambatan bunyi bahasa
melalui udara, dan fonetik auditoris mengkaji bunyi bahasa yang diterima oleh
indra pendengar (telinga) manusia.
Sehubungan
dengan tiga jenis fonetik tersebut, Robins (dalam Amir, 2007: 32) mengemukakan
bahwa bunyi bahasa dapat dikaji atas tiga sudut pandang. Pertama, bunyi bahasa dapat dikaji terutama sebagai aktivitas
penutur berkenaan dengan alat-alat artikulatoris dan proses yang terlibat dalam
aktivitas itu. Kajian ini disebut fonetik artikulatoris. Kedua, bunyi bahasa dapat dikaji dengan memberikan perhatian utama
pada gelombang-gelombang bunyi yang ditimbulkan oleh kegiatan berbicara dan
transmisi gelombang tersebut melalui udara. Kajian ini disebut fonetik akustis.
Ketiga, persepsi gelombang-gelombang
bunyi bahasa ini oleh indra pendengar (telinga) dapat diberi penekanan utama,
baik berkenaan dengan fisiologi telinga dan alat-alat dengar yang terkait maupun
berkenaan dengan psikologi persepsi.
Fonologi
bahasa Indonesia telah dirumuskan dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dalam Amril, 2007: 33) yang
diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kajian fonologi
bahasa Indonesia yang lebih detail telah dilakukan pula jauh sebelumnya oleh
Lapoliwa melalui penelitian untuk studi masternya. Lapoliwa telah mengkaji
fonologi bahasa Indonesia secara mendalam.
Fonologi
sebagai ilmu bahasa bertugas menyelidiki bunyi-bunyi bahasa dan mengkaji
bunyi-bunyi itu dalam rangka menemukan fonem-fonem bahasa tersebut. Bertolak
dari hal itu, objek kajian fonologi adalah bunyi-bunyi bahasa dan
fonem-fonemnya. Bunyi-bunyi bahasa itu diidentifikasi secara baik, kemudian
dirumuskan alat ucap yang berperan menghasilkan setiap bunyi itu. Bunyi-bunyi
bahasa yang ditemukan dalam bahasa tertentu akan membedakannya dengan bahasa
yang lain dengan kekhasan bunyi-bunyi bahasa tersendiri pula. Berdasarkan
bunyi-bunyi bahasa yang diidentifikasi itu dapat pula ditemukan sejumlah fonem
bahasa yang bersangkutan. Sistem fonem bahasa itu dapat pula disusun dan
dirumuskan. Kekayaan bunyi bahasa dan fonem dalam bahasa merupakan objek kajian
fonologi.
Ruang
lingkup kajian fonologi tidak hanya mengkaji bunyi-bunyi bahasa dan fonem-fonemnya
dalam bahasa yang diteliti, tetapi lebih luas dari itu, yakni termasuk mengkaji
peran fonem itu dalam membentuk struktur suku kata dan penggabungan fonem dan
morfem yang lain dalam bahasa itu. Jadi, ruang lingkup kajian fonolgi berawal
dari penemuan bunyi bahasa, menyelidiki alat ucap yang menghasilkannya, dan
mekanisme pembentukannya sehingga ditemukan keragaman bunyi-bunyi bahasa itu.
Fonologi
merupakan ilmu bahasa paling dasar bagi seorang ahli bahasa untuk mengkaji
suatu bahasa. Tanpa pemaham an yang baik tentang fonologi, ahli bahasa itu
tidak dapat memahami bunyi bahasa dan fonem tentang bahasa yang dikajinya.
Jika peneliti
tidak memahami bunyi bahasa dan fonem suatu bahasa yang dikaji, maka peneliti
akan mengalami kesulitan mengkaji bahasa itu dari cabang ilmu bahasa morfologi,
sintaksis, semantik, dan leksikal.
C.
Kata/Kosakata
Kata
adalah satuan ujaran (bahasa) terkecil yang secara inheren memiliki sebuah
makna yang disebut makna leksikal, makna denotasi, makna apa adanya atau makna lugas. Umpamanya, kata pensil makna leksikalnya atau makna
lugasnya adalah ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; kata air makna leksikalnya adalah ‘sejenis
zat cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari (seperti masak,
mandi, dan minum)’; dan kata rumah
makna leksikalnya adalah ‘bangunan tempat tinggal manusia’.
Namun,
perlu diperhatikan bahwa makna sebuah kata sangat tergantung pada konteksnya,
seperti makna kata kepala pada
kalimat-kalimat berikut. (1) Kepala
adik luka kena pecahan kaca. (2) Alamatnya ada pada kepala surat itu. (3) Kepala
paku itu terbuat dari baja. (4) Ibuku menjadi kepala gudang beras di sana.
Cikal
bakal bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Karena itu, sumber kosakata atau
kata bahasa Indonesia pada awalnya adalah kosakata bahasa Melayu. Dalam sejarah
perkembangannya, kosakata bahasa Indonesia diperkaya oleh kosakata yang berasal
dari bahasa-bahasa mancanegara (Sanskerta, Arab, Parsi, Tamil, Portugis, Cina,
Belanda, dan Inggris); juga dari bahasa-bahasa Nusantara (Jawa, Sunda, Bali,
dan sebagainya).
Dewasa
ini karena bahasa Inggris merupakan lingua
franca internasional, dan segala macam ilmu dan teknologi dari luar datang
dalam bahasa Inggris, maka tampaknya banyak sekali kosakata dari bahasa Inggris
yang telah menjadi bagian dari kosakata bahasa Indonesia. Hal ini tampaknya
masih akan berlangsung terus.
Kata-kata
dari bahasa asing yang digunakan di dalam bahasa Indonesia ada yang lafal dan
ejaannya telah disesuaikan dengan lafal dan ejaan bahasa Indonesia, seperti
kata sopir, mesin, riset, kamar, waktu, dan polusi. Banyak
juga yang belum disesuaikan, seperti tower,
illegal lodging, markup, hairdryer, dan bailout.
Untuk
dapat digunakan di dalam kalimat, banyak kata yang harus dibentuk dulu dari
kata dasar. Pembentukan dapat melalui proses afiksasi atau proses pemberian
imbuhan; proses reduplikasi atau proses pengulangan dari bentuk dasar; proses
komposisi atau proses gabungan bentuk-bentuk dasar; dan ada juga melalui proses
afiksasi dan proses reduplikasi sekaligus. Di samping itu ada juga kata yang
dibentuk melalui proses akronimisasi, yaitu proses penyingkatan dari sebuah
bentuk yang panjang, seperti kata pansus
(berasal dari panitia khusus), pusdiklat (berasal dari pusat pendidikan dan latihan), dan radar (berasal dari radio detecting and ranging).
Sebuah
kata dapat menduduki salah satu fungsi di dalam kalimat, entah sebagai Subjek
(S), sebagai Predikat (P), sebagai Objek (O), atau sebagai Keterangan (Ket.).
Hal itu tampak pada contoh berikut. (1) Burung terbang tinggi. (pola S-P-O) (2)
Nenek membaca komik kemarin. (pola S-P-O-Ket.) (3) Semalam ayah menangkap
pencuri. (pola Ket.-S-P-O)
Kata-kata
biasanya dibedakan atas kata penuh (full word) dan kata fungsi (function word). Yang dimaksud dengan
kata penuh adalah kata-kata yang secara inheren memiliki makna, dan mempunyai
kemungkinan menduduki salah satu fungsi kalimat, seperti kata burung, terbang, dan tinggi pada
kalimat (1); atau seperti kata nenek,
membaca, komik, dan kemarin pada
kalimat (2).
Sementara
yang dimaksud dengan kata fungsi
adalah kata-kata yang secara inheren tidak memiliki makna; kata-kata ini hanya
memiliki fungsi di dalam kalimat. Misalnya kata di, kata kalau, dan kata itu pada kalimat-kalimat berikut. (1)
Burung hinggap di batang pohon.
(pola S-P-Ket.) (2) Saya akan datang kalau
saya diundang. (pola S-P konj. S-P) (3) Anggota DPR itu sering bolos. (pola S-P).
Satu
hal lagi mengenai kata adalah harus bisa dibedakan antara kata dengan yang disebut istilah.
Beda utama antara kata dengan istilah
adalah pertama, makna kata sangat
tergantung pada konteks kalimatnya seperti contoh kata kepala pada kalimat tadi. Sementara makna istilah sudah tetap,
sudah pasti, dan bebas konteks. Kedua,
kata adalah unsur bahasa umum,
sedangkan istilah adalah unsur bahasa ilmiah, atau bahasa dalam kegiatan
tertentu.
Namun,
banyak juga istilah yang sudah menjadi unsur bahasa umum dan telah dikenal umum
secara luas. Beberapa contoh istilah yang sudah menjadi unsur bahasa umum
adalah saldo, deposito, dan kliring
(dalam bidang keuangan); ekspor, impor, dan konsumen (dalam bidang perdagangan); dan evaluasi, tes, dan magister (dalam bidang pendidikan). Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
istilah yang sudah menjadi unsur bahasa umum didaftarkan; tetapi untuk mencari
makna istilah yang belum umum harus dicari dalam kamus istilah (yang sesuai dengan bidangnya).
D.
Morfofonemik
1.
Pengertian
Morfofonemik
Morfofonemik
mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan
morfem dengan morfem lain (Ramlan, 1985: 75). Menurut Kridalaksana (1996: 183),
morfofonemik adalah subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi. Di
dalamnya dipelajari bagaimana morfem direalisasikan dalam tingkat fonologi. Sementara
itu, Chaer (2008: 43) menyatakan bahwa morfonemik (disebut juga morfonologi
atau morfofonologi) adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau
perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses
afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi. Selanjutnya, Tarigan
(2009: 26) berpendapat, morfofonemik atau yang biasa disebut morfofonologi
adalah ilmu yang menelaah morfofonem (atau biasa juga disingkat menjadi
morfonem).
2.
Proses
Morfofonemik
Menurut
Ramlan (1985: 75), dalam bahasa Indonesia sedikitnya terdapat tiga proses
morfofonemik, yaitu: (a) proses perubahan fonem, (b) proses penambahan fonem,
dan (c) proses hilangnya fonem. Sejalan dengan itu, Tarigan (2009: 26)
mengemukakan tiga hal penting mengenai proses morfofonemik dalam bahasa
Indonesia, yaitu: (a) proses perubahan fonem, (b) proses penambahan fonem, dan
(c) proses penanggalan fonem. Uraian ketiga proses morfofonemik tersebut adalah
sebagai berikut.
a.
Proses
Perubahan Fonem
Proses
perubahan fonem, misalnya, terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan
peN- dengan bentuk dasarnya.
Fonem /N/ pada kedua morfem itu berubah menjadi /m, n, n, ŋ/, hingga morfem meN- berubah menjadi mem-, men-, meny-, dan meng-, dan morfem peN- berubah menjadi pem-,
pen-, peny-, dan peng-.
Perubahan-perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang mengikutinya.
Kaidah-kaidah perubahannya dapat diikhtisarkan sebagai berikut.
1) Fonem
/N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem /m/ apabila
bentuk dasar yang mengikutinya berawal
dengan /p, b, f/. misalnya:
meN- + paksa à memaksa
meN- + periksa à memeriksa
peN- + pukul à pemukul
peN- + pikir à pemikir
meN- + bantu à membantu
meN- + buru à memburu
peN- + bangun à pembangun
peN- + buat à pembuat
meN- + fatwakan à memfatwakan
meN- + fitrahkan à memfitrahkan
peN- + fitnah à memfitnah
2) Fonem
/N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan fonem /t, d, s/. fonem /s/ di sini hanya khusus
bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih
mempertahankan keasingannya. Misalnya:
meN- +
tulis à menulis
meN- + tarik à menarik
peN- + tangkap à penangkap
peN- + tari à penari
meN- + datangkan à mendatangkan
meN- + duga à menduga
peN- + dapat à pendapat
peN- + dengar à pendengar
meN- + support à mensupport
meN- + sinyalir à mensinyalir
peN- + supply à pensupply
peN- + survey à pensurvey
3) Fonem
/N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi /n/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan /s, ŝ, c, j/. Misalnya:
meN- + sapu à menyapu
meN- + sangkal à menyangkal
peN- + suluh à penyuluh
peN- + sumpah à penyumpah
meN- + syaratkan à mensyaratkan/məñŝaratkan/
meN- + syukuri à mensyukuri/məñŝukuri/
meN- + cari à mencari/məñcari/
meN- + coba à mencoba/məñcoba/
peN- + cukur à pencukur/pəñcukur/
peN- + cemas à pencemas/pəñcəmas/
meN- + jadi à menjadi/məñjadi/
meN- + jaga à menjaga/məñjaga/
peN- + judi à penjudi/pəñjudi/
peN- + jajah à penjajah/pəñjajah/
4) Fonem
/N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi /ŋ/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan fonem /k, g, x, h, dan vokal/. Misalnya:
meN- + kacau à mengacau
meN- + kutip à mengutip
peN- + kail à pengail
peN- + karang à pengarang
meN- + garis à menggaris
meN- + gaji à menggaji
peN- + gerak à penggerak
peN- + gali à penggali
meN- + khususkan à mengkhususkan
meN- + khawatirkan à mengkhawatirkan
peN- + khianat à pengkhianat
peN- + khayal à pengkhayal
meN- + habiskan à menghabiskan
meN- + hukum à menghukum
peN- + hias à penghias
peN- + hisap à penghisap
meN- + ikat à mengikat
meN- + edarkan à mengedarkan
peN- + angkut à pengangkut
peN- + uji à penguji
Pada
kata mengebom, mengecat, mengelas, mengebur, pengebom, pengecat, pengelas, pengebur, juga terdapat proses morfofonemik yang berupa perubahan,
ialah perubahan fonem /N/ menjadi /ŋ/:
meN- + bom à mengebom
meN- + cat à mengecat
peN- + las à pengelas
peN- + bur à pengebur
Di samping
proses perubahan, pada kata-kata itu terjadi juga proses penambahan, ialah
penambahan fonem /ə/.
Fonem
/r/ pada morfem ber- dan per- mengalami perubahan menjadi /l/
sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan bentuk dasarnya yang berupa
morfem ajar:
ber- + ajar à belajar
per- + ajar à pelajar
Fonem
/?/ pada morfem-morfem duduk /dudu?/,
rusak /rusa?/, petik /pəti?/, dan
sebagainya, berubah menjadi /k/ sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu
dengan morfem ke-an, peN-an, dan –i. Misalnya:
ke-an + rusak/rusa?/ à
kerusakan
peN-an + duduk/dudu?/ à
pendudukan
-i + petik/pəti?/ à
petiki/pətiki/
b.
Proses
Penambahan Fonem
Proses
penambahan fonem, antara lain terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dengan bentuk dasarnya yang terdiri
dari satu suku. Fonem tambahannya ialah /ə/, sehingga meN- berubah menjadi menge-.
Misalnya:
meN- + bom à mengebom
meN- + cat à mengecat
Proses
penambahan fonem /ə/ terjadi juga sebagai akibat pertemuan morfem peN- dengan bentuk dasarnya yang terdiri
dari satu suku sehingga morfem peN-
berubah menjadi penge-. Misalnya:
peN- + las à pengelas
peN- + bur à pengebur
Akibat
pertemuan morfem –an, ke-an, peN-an dengan bentuk dasarnya, terjadi penambahan fonem /?/ apabila
bentuk dasar itu berakhir dengan vokal /a/, penambahan /w/ apabila bentuk dasar
itu berakhir dengan /u, o, aw/, dan terjadi penambahan /y/ apabila bentuk dasar
itu berakhir dengan /i, ay/. Misalnya:
-an + hari à harian/hariyan/
-an + lambai à lambaian/lambayyan/
-an + terka à terkaan/tərka?an/\
ke-an + lestari à kelestarian/kələstariyan/
ke-an + pulau/pulaw/ à
kepulauan/kəpulawwan/
ke-an + raja à kerajaan/kəraja?an/
ke-an + pandai/panday/ à
kepandaian/kəpandayyan/
per-an + hati à perhatian/pərhatiyan/
per-an + tikai/tikay/ à pertikaian/pərtikayyan/
per-an + temu à pertemuan/pərtemuwan/
per-an + toko à pertokoan/pərtokowan
per-an + sama à persamaan/pərsama?an/
peN-an + cuci à
pencucian/pəñcuciyan/
peN-an + bantai/bantay/ à
pembantaian/pəmbantayyan/
peN-an + temu à
penemuan/pənəmuwan/
peN-an + kacau/kacaw/ à
pengacauan/pəŋacauwwan/
peN-an + ada à
pengadaan/pəŋada?an/
c.
Proses
Hilangnya Fonem
Proses
hilangnya fonem /N/ pada meN- dan peN- terjadi sebagai akibat pertemuan
morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l, r, y, w, dan
nasal/. Misalnya:
meN- + lerai à melerai
meN- + ramalkan à meramalkan
meN- + yakinkan à meyakinkan
meN- + wajibkan à mewajibkan
meN- + nyanyi à menyanyi
meN- + nganga à menganga
meN- + nalarkan à menalarkan
peN- + lupa à pelupa
peN- + rusak à perusak
peN- + waris à pewaris
peN- + nyanyi à penyanyi
peN- + malas à pemalas
Fonem
/r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- hilang sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan
bentuk dasar yang berawalan dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku
pertamanya berakhir dengan /ər/. Misalnya:
ber- + rantai à berantai
ber- + revolusi à berevolusi
ber- + kerja à bekerja
ber- + serta à beserta
ber- + ternak à beternak
per- + ragakan à peragakan
per- + ramping à peramping
ter- + rasa à terasa
ter- + rekam à terekam
Fonem-fonem
/p, t, s, k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu.
Misalnya:
meN- + paksa à memaksa
meN- + tulis à menulis
meN- + sapu à menyapu
meN- + karang à mengarang
peN- + pangkas à pemangkas
peN- + tulis à penulis
peN- + sapu à penyapu
peN- + karang à pengarang
Pada
kata memperagakan dan menertawakan fonem /p/ dan /t/ yang
merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang karena fonem-fonem itu
merupakan fonem awal afiks, ialah afiks per-
dan ter-. Demikian juga pada
kata-kata menterjemahkan, mensupply, mengkoordinir, penterjemah,
pensurvey, fonem-fonem /t, s, k/ yang
merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang karena bentuk dasar
kata-kata itu berasal dari kata asing yang masih mempertahankan keasingannya.
3.
Kaidah
Morfofonemik
Ramlan
(1985: 90) mengemukakan kaidah morfofonemik morfem afiks meN-, peN-, ber-, dan ter-, yaitu sebagai berikut.
a.
Kaidah
morfofonemik morfem afiks meN-
meN-
à mem- apabila
diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /p, b, f/. Fonem /p/ hilang,
kecuali pada beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing yang masih
mempertahankan keasingannya dan pada bentuk dasar yang berprefiks, ialah
prefiks per-. Misalnya:
meN- + paksa à memaksa
meN- + bawa à membawa
meN- + fitnah à memfitnah
meN- + propagandakan à
mempropagandakan
meN- + protes à memprotes
meN-
à men- apabila
diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /t, d, s/. Fonem /t/ hilang
kecuali pada beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing yang masih
mempertahankan keasingannya dan pada bentuk dasar yang berprefiks, ialah
prefiks ter-, fonem /s/ hanya berlaku
bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing yang masih
mempertahankan keasingannya. Misalnya:
meN- + tulis à menulis
meN- + dasarkan à mendasarkan
meN- + sukseskan à mensukseskan
meN- + terjemahkan à menterjemahkan
meN- + torpedo à mentorpedo
meN-
à meny- apabila
diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /s, c, j/. Fonem /s/ hilang.
Misalnya:
meN- + sapu à menyapu
meN- + cari à mencari/məñcari/
meN- + jaga à menjaga/məñjaga/
meN-
à meng- apabila
diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /k, g, x, h, vokal/. Fonem /k/
hilang kecuali pada beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing yang
masih mempertahankan keasingannya. Misalnya:
meN- + karang à mengarang
meN- + gali à menggali
meN- + khususkan à mengkhususkan
meN- + halau à menghalau
meN- + akui à mengakui
meN- + ikat à mengikat
meN- + ekor à mengekor
meN- + uap à menguap
meN- + operasi à mengoperasi
meN- + konsentrasikan à
mengkonsentrasikan
meN-
à me- apabila
diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /y, r, l, w, nasal/. Misalnya:
meN- + yakinkan à meyakinkan
meN- + ramal à meramal
meN- + lupakan à melupakan
meN- + warisi à mewarisi
meN- + nyanyi à menyanyi
meN- + maafkan à memaafkan
meN- + naikkan à menaikkan
meN- + ngiang à mengiang
meN-
à menge- apabila
diikuti bentuk dasar yang terdiri dari satu suku. Misalnya:
meN- + bom à mengebom
meN- + cat à mengecat
meN- + las à mengelas
b.
Kaidah
Morfofonemik Morfem Afiks peN-
Kaidah
morfofonemik morfem afiks peN- pada
umumnya sama dengan kaidah morfofonemik morfem afiks meN-, yaitu sebagai berikut.
peN-
à pem- apabila
diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /p, b, f/. Fonem /p/ hilang.
Misalnya:
peN- + pakai à pemakai
peN- + bawa à pembawa
peN- + fitnah à pemfitnah
peN-
à pen- apabila
diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /t, d, s/. Fonem /t/ hilang,
kecuali pada beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing yang masih
mempertahankan keasingannya, dan fonem /s/ hanya berlaku bagi beberapa bentuk
dasar yang berasal dari kata asing yang masih mempertahankan keasingannya.
Misalnya:
peN- + tulis à penulis
peN- + dorong à pendorong
peN- + terjemah à penterjemah
peN- + supply à pensupply
peN-
à peny- apabila
diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /s, c, j/. Fonem /s/ hilang.
Misalnya:
peN- + sadur à penyadur
peN- + curi à pencuri/pəñcuri/
peN- + jaga à penjaga/pəñjaga/
peN-
à peng- apabila
diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /k, g, x, h, vokal/. Fonem /k/
hilang. Misalnya:
peN- + karang à pengarang
peN- + gali à penggali
peN- + khianat à pengkhianat
peN- + halau à penghalau
peN- + aman à pengaman
peN- + ikut à pengikut
peN- + ekor à pengekor
peN- + usik à pengusik
peN- + obrol à pengobrol
peN-
à pe- apabila
diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /y, r, l, w, nasal/. Misalnya:
peN- + ramal à peramal
peN- + lupa à pelupa
peN- + waris à pewaris
peN- + nyanyi à penyanyi
peN- + malas à pemalas
peN- + naik darah à penaik darah
peN-
à penge- apabila
diikuti bentuk dasar yang terdiri dari satu suku. Misalnya:
peN- + bom à pengebom
peN- + las à
pengelas
c.
Kaidah
Morfofonemik Morfem Afiks ber-
ber-
à be- apabila
diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/, dan beberapa bentuk dasar
yang suku pertamanya berakhir dengan /ər/. Misalnya:
ber- + rantai à berantai
ber- + runding à berunding
ber- + kerja à bekerja
ber- + serta à beserta
ber-
à bel- apabila
diikuti bentuk dasar ajar:
ber- + ajar à belajar
ber-
à ber- apabila
diikuti bentuk dasar selain yang tersebut sebelumnya, ialah bentuk dasar yang
tidak berawalan dengan fonem /r/, bentuk dasar yang suku pertamanya tidak
berakhir dengan /ər/, dan bentuk dasar yang bukan morfem ajar. Misalnya:
ber- + kata à berkata
ber- + tugas à bertugas
ber- + sejarah à bersejarah
d.
Kaidah
Morfofonemik Morfem Afiks per-
per- à pe- apabila diikuti bentuk dasar yang
berawal dengan fonem /r/. Misalnya:
per- + ringan à peringan
per- + rendah à perendah
per- + ragakan à peragakan
per- à pel- apabila diikuti bentuk dasar yang
berupa morfem ajar:
per- + ajar à pelajar
per- à per- apabila diikuti bentuk dasar yang
tidak berawal dengan fonem /r/, dan bentuk dasar yang bukan morfem ajar. Misalnya:
per- + kaya à perkaya
per- + teguh à perteguh
per- + satukan à persatukan
Tarigan (2009: 45,
58) menambahkan satu kaidah morfofonemik, yaitu kaidah morfofonemik ter-.
Kaidah I
ter-
à te-
Morfem {ter-} berubah menjadi {te-}
apabila diikuti oleh dasar kata yang berfonem awal /r/, dan dasar kata yang
suku pertamanya berakhir dengan /er/. Contoh:
ter- + rasa à terasa
ter- + rekam à terekam
ter- + perdaya à teperdaya
ter- + percik à tepercik
Kaidah II
ter-
à ter-
Morfem {ter-} tetap saja merupakan {ter-} apabila diikuti oleh dasar kata
yang tidak berfonem awal /r/, dan dasar kata yang suku pertamanya tidak
berakhir dengan /or/. Contoh:
ter- + angkat à terangkat
ter- + baca à terbaca
ter- + makan à termakan
ter- + dapat à terdapat
ter- + lihat à terlihat
ter- + gambar à tergambar
E.
Daftar
Kosakata Swadesh
Kosakata
dasar menurut Morris Swadesh berjumlah 200. Daftar kosakata tersebut adalah
sebagai berikut.
1. abu 17. balik 33. bilamana
2. air 18. banyak 34. binatang
3. akar 19. baring 35. bintang
4. alir (me) 20. baru 36. buah
2. air 18. banyak 34. binatang
3. akar 19. baring 35. bintang
4. alir (me) 20. baru 36. buah
5. anak 21. basah 37. bulan
6. angin 22. batu 38. bulu
7. anjing 23. beberapa 39. bunga
8. apa 24. belah (me) 40. bunuh
7. anjing 23. beberapa 39. bunga
8. apa 24. belah (me) 40. bunuh
9. api 25. benar 41. buru (ber)
10. apung (me) 26. bengkak 42. buruk
11. asap 27. benih 43. burung
12. awan 28. berat 44. busuk
12. awan 28. berat 44. busuk
13. ayah 29. berenang 45. cacing
14. bagaimana 30. beri 46. cium (wanita, bau)
15. baik 31. berjalan 47. cuci
16. bakar 32. besar 48. daging
49. dan 72. garam 95. istri
50. danau 73. garuk 96. itu
51. darah 74. gemuk, lemak 97. jahit
16. bakar 32. besar 48. daging
49. dan 72. garam 95. istri
50. danau 73. garuk 96. itu
51. darah 74. gemuk, lemak 97. jahit
52. datang 75. gigi 98. jalan (ber)
53. daun 76. gigit 99. jantung
54. debu 77. gosok 100. jatuh
55. dekat 78. gunung 101. jauh
56. dengan 79. hantam 102. kabut
57. dengar 80. hapus 103. kaki
58. di dalam 81. hati 104. kalau
54. debu 77. gosok 100. jatuh
55. dekat 78. gunung 101. jauh
56. dengan 79. hantam 102. kabut
57. dengar 80. hapus 103. kaki
58. di dalam 81. hati 104. kalau
59. di mana 82. hidung 105. kami, kita
60. di sini 83. hidup 106. kamu
61. di situ 84. hijau 107. kanan
62. pada 85. hisap 108. karena
63. dingin 86. hitam 109. kata (ber)
64. diri (ber-) 87. hitung 110. kecil
65. dorong 88. hujan 111. kelahi (ber)
66. dua 89. hutan 112. kepala
67. duduk 90. ia 113. kering
68. ekor 91. ibu 114. kiri
68. ekor 91. ibu 114. kiri
69. empat 92. ikan 115. kotor
70. engkau 93. ikat 116. kuku
71. gali 94. ini 117. kulit
118. kuning 142. minum 166. saya
119. kutu 143. mulut 167. sayap
120. lain 144. muntah 168. sedikit
121. langit 145. nama 169. sempit
122. laut 146. napas 170. semua
123. lebar 147. nyanyi 171. siang
124. leher 148. orang 172. siapa
125. lelaki 149. panas 173. suami
126. lempar 150. panjang 174. sungai
127. licin 151. pasir 175. tahu
128. lidah 152. pegang 176. tahun
129. lihat 153. pendek 177. tajam
130. lima 154. peras 178. takut
131. ludah 155. perfempuan 179. tali
132. lurus 156. perut 180. tanah
133. lutut 157. pikir 181. tangan
134. main 158. pohon 182. tarik
135. makan 159. potong 183. tebal
136. malam 160. punggung 184. telinga
137. mata 161. pusar 185. telur
138. matahari 162. putih 186. terbang
139. mati 163. rambut 187. tertawa
140. merah 164. rumput 188. tetek
141. mereka 165. satu 189. tidak
190. tidur 194. tiup 198. tumpul
191. tiga 195. tongkat 199. ular
192. tikam 196. tua 200. usus
193. tipis 197. tulang
119. kutu 143. mulut 167. sayap
120. lain 144. muntah 168. sedikit
121. langit 145. nama 169. sempit
122. laut 146. napas 170. semua
123. lebar 147. nyanyi 171. siang
124. leher 148. orang 172. siapa
125. lelaki 149. panas 173. suami
126. lempar 150. panjang 174. sungai
127. licin 151. pasir 175. tahu
128. lidah 152. pegang 176. tahun
129. lihat 153. pendek 177. tajam
130. lima 154. peras 178. takut
131. ludah 155. perfempuan 179. tali
132. lurus 156. perut 180. tanah
133. lutut 157. pikir 181. tangan
134. main 158. pohon 182. tarik
135. makan 159. potong 183. tebal
136. malam 160. punggung 184. telinga
137. mata 161. pusar 185. telur
138. matahari 162. putih 186. terbang
139. mati 163. rambut 187. tertawa
140. merah 164. rumput 188. tetek
141. mereka 165. satu 189. tidak
190. tidur 194. tiup 198. tumpul
191. tiga 195. tongkat 199. ular
192. tikam 196. tua 200. usus
193. tipis 197. tulang
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2012: 6).
Sementara itu, metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk meneliti
sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, dan suatu
peris tiwa pada masa sekarang (Nazir, 1988: 63). Metode deskriptif menyarankan
bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang
ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya
sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa pemakaian bahasa yang
biasanya dikatakan sifatnya seperti potret, paparan seperti apa adanya
(Sudaryanto, 1986: 62).
B.
Data
dan Sumber Data
Data
yang menjadi bahan penelitian ini adalah daftar kosakata Swadesh yang diucapkan
atau ditulis oleh informan ke dalam bahasa Minang Nagari Sialang, Jorong Taluak
Ambun, dan Nagari IV Koto Hilia. Sementara itu, sumber data penelitian ini
adalah tiga orang mahasiswa kelas Reguler A Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang, TM 2011, yang berasal dari tiga
daerah berbeda, yaitu Nagari Sialang, Jorong Taluak Ambun, dan Nagari IV Koto
Hilia.
C.
Instrumen
Penelitian
Instrumen
penelitian ini adalah peneliti sendiri. Dalam penelitian kualitatif, tidak ada
pilihan selain menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama karena
segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Peneliti menggunakan alat
bantu berupa daftar kosakata Swadesh untuk memandu informan mentranskripsikan
kosakata tersebut ke dalam bahasa daerahnya masing-masing dan alat tulis untuk
menginventarisasi kosakata yang telah diucapkan informan.
D.
Metode
dan Teknik Pengumpulan Data
Metode
penyediaan (pengumpulan) data dalam penelitian ini adalah metode simak, sebab
cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan
bahasa. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa
secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Metode ini
memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut sebagai
teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan
dengan penyadapan. Menyadap penggunaan bahasa yang dimaksudkan menyangkut penggunaan
bahasa baik secara lisan maupun tertulis. Dalam praktik selanjutnya, teknik
sadap ini diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik simak libat cakap,
simak bebas libat cakap, catat,dan teknik rekam. Untuk penggunaan bahasa secara
tertulis, dalam penyadapan itu peneliti hannya dapat menggunakan teknik catat
sebagai gandengan teknik simak bebas libat cakap, yaitu mencatat beberapa
bentuk yang relevan bagi penelitiannya dan penggunaan bahasa secara tertulis
tersebut (Mahsun, 2005:90—02).
KEPUSTAKAAN
Amril dan
Ermanto. 2007. Fonologi Bahasa Indonesia.
Padang: UNP Press.
Chaer,
Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia
(Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
__________.
2011. Ragam Bahasa Ilmiah. Jakarta:
Rineka Cipta.
http://dimasseputro.wordpress.com/dialek-dan-ragam-bahasa-dalam-bahasa-indonesia/
(diunduh
tanggal 28 Oktober 2013)
http://id.wikipedia.org/wiki/Dialek
(diunduh tanggal 28 Oktober 2013)
http://krsnaalexander.blogspot.com/2012/06/daftar-200-kosakata-kata-dasar-menurut.html
(diunduh tanggal 24 Oktober 2013)
http://puramoz.blogspot.com/2012/05/pengertian-dialek.html
(diunduh
tanggal 28 Oktober 2013)
http://puramoz.blogspot.com/2012/05/jenis-jenis-dialek.html
(diunduh
tanggal 28 Oktober 2013)
Kridalaksana,
Harimurti. 1996. Pembentukan Kata dalam
Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi,
Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Moleong,
Lexy. J. 2012. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nazir, Moh.
1988. Metode Penelitian. Jakarta:
Ghalia.
Ramlan. 1985. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif.
Yogyakarta: Karyono.
Sudaryanto.
1986. Metode Linguistik. Yogyakarta:
UGM Press.
Tarigan, Henry
Guntur. 2009. Pengajaran Morfologi.
Bandung: Angkasa.
0 komentar:
Posting Komentar