Rabu, 23 September 2015

Metode Penelitian Bahasa


PERBEDAAN BAHASA MINANG DI NAGARI SIALANG,
NAGARI PAUAH, DAN NAGARI IV KOTO HILIA:
STUDI KASUS PADA MAHASISWA FBS UNP



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah media yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Melalui bahasa, seseorang dapat mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya kepada orang lain. Bahasa juga merupakan ekspresi jiwa yang ditunjukkan lewat kata-kata. Jadi, tujuan berbahasa adalah untuk berkomunikasi.
Berbicara mengenai bahasa, Indonesia merupakan negara yang kaya dengan berbagai macam bahasa. Mulai dari Sabang di ujung Sumatera sampai ke Merauke di sudut Papua, hampir setiap daerah memiliki bahasa masing-masing yang berbeda satu dengan yang lain. Hal ini tidak lepas dari ciri bahasa itu sendiri, yaitu arbitrer yang berarti sembarang atau manasuka, tergantung konvensi atau kesepakatan masyarakat pemakainya.
Dari sekian banyak bahasa yang ada di Indonesia, satu di antaranya adalah bahasa Minang. Bahasa Minang dipakai oleh masyarakat suku Minangkabau yang ada di Sumatera Barat. Bahasa Minang sedikit banyak memiliki kesamaan dengan bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia karena ketiganya tergabung dalam rumpun bahasa Melayu. Namun, bahasa Minang itu sendiri masih memiliki perbedaan di berbagai daerah di Sumatera Barat. Sebuah kata di suatu daerah belum tentu sama dengan daerah lain. Hal ini tentu akan menimbulkan makna yang berbeda pula. Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam berinteraksi akibat perbedaan bahasa. Dengan demikian, kelancaran komunikasi akan tetap terjaga.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bagaimanakah perbedaan bahasa Minang di Nagari Sialang, Nagari Pauah, dan Nagari IV Koto Hilia berdasarkan studi kasus pada mahasiswa FBS UNP?

C.    Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan perbedaan bunyi (fonem) bahasa Minang di Nagari Sialang, Nagari Pauah, dan Nagari IV Koto Hilia berdasarkan studi kasus pada mahasiswa FBS UNP; (2) mendeskripsikan perbedaan kosakata bahasa Minang di Nagari Sialang, Nagari Pauah, dan Nagari IV Koto Hilia berdasarkan studi kasus pada mahasiswa FBS UNP.

D.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis, manfaat penelitian ini adalah menambah ilmu di bidang fonologi dan morfologi serta menginventarisasi bahasa Minang yang ada di Nagari Sialang, Nagari Pauah, dan Nagari IV Koto Hilia. Secara praktis, manfaat penelitian ini adalah menambah kesadaran masyarakat Minangkabau—khususnya Nagari Sialang, Nagari Pauah, dan Nagari IV Koto Hilia—bahwa terdapat perbedaan bahasa Minang di daerah yang satu dengan daerah yang lain, sehingga masyarakat bisa menyesuaikan diri dengan masyarakat lain dengan cara menggunakan bahasa Minang suatu nagari ketika berada di nagari tersebut guna menghindari kesalahpahaman dalam berkomunikasi.
 BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Dialek
Dialek (bahasa Yunani: διάλεκτος, dialektos), adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Menurut Abdul Chaer, dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berbeda dari satu tempat wilayah atau area tertentu. Berbeda dengan ragam bahasa yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Variasi ini berbeda satu sama lain, tetapi masih banyak menunjukkan kemiripan sehingga belum pantas disebut bahasa yang berbeda. Biasanya pemerian dialek adalah berdasarkan geografi, namun bisa berdasarkan faktor lain, misalkan faktor sosial.
Sebuah dialek dibedakan berdasarkan kosakata, tata bahasa, dan pengucapan (fonologi, termasuk prosodi). Jika pembedaannya hanya berdasarkan pengucapan, maka istilah yang tepat ialah aksen dan bukan dialek. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang berbeda dengan kelompok penutur lain berdasarkan atas letak geografi, faktor sosial, dan lain-lain. Ilmu yang mempelajari dialek disebut dialektologi, yaitu  bidang studi yang bekerja dalam memetakan batas dialek dari suatu bahasa.
Contoh dialek antara lain sebagai berikut. (1) Dialek jawa Surabaya dan dialek jawa Malang-an. Dialek jawa Surabaya: jeketek (sesuatu yang terjadi di luar pikiran/ oalah...); matek (mati, meninggal). Dialek jawa Malang: nggletek (sesuatu yang terjadi di luar pikiran/oalah...); mati (mati, meninggal).
(2) Dialek bahasa Inggris Amerika dan bahasa Inggris British. british <==> american; football <==> soccer; biscuit <==> cookie; toilet <==> rest room; shop <==> store. (3) Dialek bahasa Jepang  Kantou dan dialek bahasa Jepang Kansai. Bahasa Jepang Kantou: acchi (panas), sammi (dingin). Bahasa Jepang Kansai: atsui (panas), samui (dingin).
Dialek dibedakan atas beberapa hal, yaitu sebagai berikut. (1) Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa. Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan. (2) Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek remaja. (3) Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah. (4) Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. S ekalipun semua orang berbahasa Indonesia, masing-masing orang memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara. Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi (1) ragam undang-undang, (2) ragam jurnalistik, (3) ragam ilmiah, dan (4) ragam sastra. Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas (1) ragam lisan, terdiri dari (a) ragam percakapan, (b) ragam pidato, (c) ragam kuliah, dan (d) ragam panggung.
(2) Ragam tulis, terdiri dari (a) ragam teknis, (b) ragam undang-undang, (c) ragam catatan, dan (d) ragam surat-menyurat.
Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk (1) komunikasi resmi, (2) wacana teknis, (3) pembicaraan di depan khalayak ramai, dan (4) pembicaraan dengan orang yang dihormati. Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.

B.     Fonologi
Fonologi sebagai salah satu ilmu bahasa merupakan gabungan kata fon dan kata logi. Kata fon berarti bunyi dan kata logi berarti ilmu. Dilihat dari asal usulnya, kata fonologi dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Inggris yang berasal dari kata phonology. Kata phonology berasal dari gabungan kata phone dan kata logic. Kata phone berarti bunyi bahasa, sedangkan kata logic berarti ilmu pengetahuan. Oleh beberapa pakar, fonologi dimaksudkan sebagai bidang ilmu linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa itu.
Dalam ilmu bahasa ditemukan dua pendapat yang berbeda antara hubungan fonologi, fonetik, dan fonemik. Pendapat pertama menjelaskan bahwa ilmu fonologi dibedakan berdasarkan hierarki satuan bunyi yang menjadi objek kajiannya, yakni fonetik dan fonemik. Artinya, ilmu bahasa fonologi terdiri atas dua bidang, yakni fonetik dan fonemik. Jadi, pembicaraan fonetik dan fonemik termasuk dalam garapan ilmu fonologi. Pendapat kedua menjelaskan bahwa ilmu fonologi tidak dibedakan berdasarkan hierarki satuan bunyi yang menjadi objek kajiannya (fonetik dan fonemik), akan tetapi ilmu fonetik berbeda dengan ilmu fonologi. Ilmu fonologi adalah ilmu fonemik.
Artinya, ilmu bahasa fonologi (fonemik) merupakan kelanjutan kajian bahasa dari ilmu fonetik. Jadi, pembicaraan fonetik sebagai satu ilmu bahasa dilanjutkan dengan ilmu fonemik yang disebut juga ilmu fonologi.
Bloch dan Trager (dalam Amir, 2007: 32) menjelaskan bahwa pada hakikatnya bunyi bahasa manusia merupakan suatu proses yang ditentukan oleh tiga aspek. Ketiga aspek tersebut adalah aspek fisiologis, aspek akustis, dan aspek auditoris. Berdasarkan proses tiga aspek itulah Bloch dan Trager membagi fonetik atas tiga jenis pula. Ketiga jenis fonetik itu adalah fonetik artikulatoris, fonetik akustis, dan fonetik auditoris.Fonetik artikulatoris mengkaji bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara (ucap) manusia, fonetik akustis mengkaji proses perambatan bunyi bahasa melalui udara, dan fonetik auditoris mengkaji bunyi bahasa yang diterima oleh indra pendengar (telinga) manusia.
Sehubungan dengan tiga jenis fonetik tersebut, Robins (dalam Amir, 2007: 32) mengemukakan bahwa bunyi bahasa dapat dikaji atas tiga sudut pandang. Pertama, bunyi bahasa dapat dikaji terutama sebagai aktivitas penutur berkenaan dengan alat-alat artikulatoris dan proses yang terlibat dalam aktivitas itu. Kajian ini disebut fonetik artikulatoris. Kedua, bunyi bahasa dapat dikaji dengan memberikan perhatian utama pada gelombang-gelombang bunyi yang ditimbulkan oleh kegiatan berbicara dan transmisi gelombang tersebut melalui udara. Kajian ini disebut fonetik akustis. Ketiga, persepsi gelombang-gelombang bunyi bahasa ini oleh indra pendengar (telinga) dapat diberi penekanan utama, baik berkenaan dengan fisiologi telinga dan alat-alat dengar yang terkait maupun berkenaan dengan psikologi persepsi.

Fonologi bahasa Indonesia telah dirumuskan dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dalam Amril, 2007: 33) yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kajian fonologi bahasa Indonesia yang lebih detail telah dilakukan pula jauh sebelumnya oleh Lapoliwa melalui penelitian untuk studi masternya. Lapoliwa telah mengkaji fonologi bahasa Indonesia secara mendalam.
Fonologi sebagai ilmu bahasa bertugas menyelidiki bunyi-bunyi bahasa dan mengkaji bunyi-bunyi itu dalam rangka menemukan fonem-fonem bahasa tersebut. Bertolak dari hal itu, objek kajian fonologi adalah bunyi-bunyi bahasa dan fonem-fonemnya. Bunyi-bunyi bahasa itu diidentifikasi secara baik, kemudian dirumuskan alat ucap yang berperan menghasilkan setiap bunyi itu. Bunyi-bunyi bahasa yang ditemukan dalam bahasa tertentu akan membedakannya dengan bahasa yang lain dengan kekhasan bunyi-bunyi bahasa tersendiri pula. Berdasarkan bunyi-bunyi bahasa yang diidentifikasi itu dapat pula ditemukan sejumlah fonem bahasa yang bersangkutan. Sistem fonem bahasa itu dapat pula disusun dan dirumuskan. Kekayaan bunyi bahasa dan fonem dalam bahasa merupakan objek kajian fonologi.
Ruang lingkup kajian fonologi tidak hanya mengkaji bunyi-bunyi bahasa dan fonem-fonemnya dalam bahasa yang diteliti, tetapi lebih luas dari itu, yakni termasuk mengkaji peran fonem itu dalam membentuk struktur suku kata dan penggabungan fonem dan morfem yang lain dalam bahasa itu. Jadi, ruang lingkup kajian fonolgi berawal dari penemuan bunyi bahasa, menyelidiki alat ucap yang menghasilkannya, dan mekanisme pembentukannya sehingga ditemukan keragaman bunyi-bunyi bahasa itu.
Fonologi merupakan ilmu bahasa paling dasar bagi seorang ahli bahasa untuk mengkaji suatu bahasa. Tanpa pemaham an yang baik tentang fonologi, ahli bahasa itu tidak dapat memahami bunyi bahasa dan fonem tentang bahasa yang dikajinya.
Jika peneliti tidak memahami bunyi bahasa dan fonem suatu bahasa yang dikaji, maka peneliti akan mengalami kesulitan mengkaji bahasa itu dari cabang ilmu bahasa morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikal.


C.    Kata/Kosakata
Kata adalah satuan ujaran (bahasa) terkecil yang secara inheren memiliki sebuah makna yang disebut makna leksikal, makna denotasi, makna apa adanya atau makna lugas. Umpamanya, kata pensil makna leksikalnya atau makna lugasnya adalah ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; kata air makna leksikalnya adalah ‘sejenis zat cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari (seperti masak, mandi, dan minum)’; dan kata rumah makna leksikalnya adalah ‘bangunan tempat tinggal manusia’.
Namun, perlu diperhatikan bahwa makna sebuah kata sangat tergantung pada konteksnya, seperti makna kata kepala pada kalimat-kalimat berikut. (1) Kepala adik luka kena pecahan kaca. (2) Alamatnya ada pada kepala surat itu. (3) Kepala paku itu terbuat dari baja. (4) Ibuku menjadi kepala gudang beras di sana.
Cikal bakal bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Karena itu, sumber kosakata atau kata bahasa Indonesia pada awalnya adalah kosakata bahasa Melayu. Dalam sejarah perkembangannya, kosakata bahasa Indonesia diperkaya oleh kosakata yang berasal dari bahasa-bahasa mancanegara (Sanskerta, Arab, Parsi, Tamil, Portugis, Cina, Belanda, dan Inggris); juga dari bahasa-bahasa Nusantara (Jawa, Sunda, Bali, dan sebagainya).

Dewasa ini karena bahasa Inggris merupakan lingua franca internasional, dan segala macam ilmu dan teknologi dari luar datang dalam bahasa Inggris, maka tampaknya banyak sekali kosakata dari bahasa Inggris yang telah menjadi bagian dari kosakata bahasa Indonesia. Hal ini tampaknya masih akan berlangsung terus.
Kata-kata dari bahasa asing yang digunakan di dalam bahasa Indonesia ada yang lafal dan ejaannya telah disesuaikan dengan lafal dan ejaan bahasa Indonesia, seperti kata sopir, mesin, riset, kamar, waktu, dan polusi. Banyak juga yang belum disesuaikan, seperti tower, illegal lodging, markup, hairdryer, dan bailout.
Untuk dapat digunakan di dalam kalimat, banyak kata yang harus dibentuk dulu dari kata dasar. Pembentukan dapat melalui proses afiksasi atau proses pemberian imbuhan; proses reduplikasi atau proses pengulangan dari bentuk dasar; proses komposisi atau proses gabungan bentuk-bentuk dasar; dan ada juga melalui proses afiksasi dan proses reduplikasi sekaligus. Di samping itu ada juga kata yang dibentuk melalui proses akronimisasi, yaitu proses penyingkatan dari sebuah bentuk yang panjang, seperti kata pansus (berasal dari panitia khusus), pusdiklat (berasal dari pusat pendidikan dan latihan), dan radar (berasal dari radio detecting and ranging).
Sebuah kata dapat menduduki salah satu fungsi di dalam kalimat, entah sebagai Subjek (S), sebagai Predikat (P), sebagai Objek (O), atau sebagai Keterangan (Ket.). Hal itu tampak pada contoh berikut. (1) Burung terbang tinggi. (pola S-P-O) (2) Nenek membaca komik kemarin. (pola S-P-O-Ket.) (3) Semalam ayah menangkap pencuri. (pola Ket.-S-P-O)


Kata-kata biasanya dibedakan atas kata penuh (full word) dan kata fungsi (function word). Yang dimaksud dengan kata penuh adalah kata-kata yang secara inheren memiliki makna, dan mempunyai kemungkinan menduduki salah satu fungsi kalimat, seperti kata burung, terbang, dan tinggi pada kalimat (1); atau seperti kata nenek, membaca, komik, dan kemarin pada kalimat (2).
Sementara yang dimaksud dengan kata fungsi adalah kata-kata yang secara inheren tidak memiliki makna; kata-kata ini hanya memiliki fungsi di dalam kalimat. Misalnya kata di, kata kalau, dan kata itu pada kalimat-kalimat berikut. (1) Burung hinggap di batang pohon. (pola S-P-Ket.) (2) Saya akan datang kalau saya diundang. (pola S-P konj. S-P) (3) Anggota DPR itu sering bolos. (pola S-P).
Satu hal lagi mengenai kata adalah harus bisa dibedakan antara kata dengan yang disebut istilah. Beda utama antara kata dengan istilah adalah pertama, makna kata sangat tergantung pada konteks kalimatnya seperti contoh kata kepala pada kalimat tadi. Sementara makna istilah sudah tetap, sudah pasti, dan bebas konteks. Kedua, kata adalah unsur bahasa umum, sedangkan istilah adalah unsur bahasa ilmiah, atau bahasa dalam kegiatan tertentu.
Namun, banyak juga istilah yang sudah menjadi unsur bahasa umum dan telah dikenal umum secara luas. Beberapa contoh istilah yang sudah menjadi unsur bahasa umum adalah saldo, deposito, dan kliring (dalam bidang keuangan); ekspor, impor, dan konsumen (dalam bidang perdagangan); dan evaluasi, tes, dan magister (dalam bidang pendidikan). Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah yang sudah menjadi unsur bahasa umum didaftarkan; tetapi untuk mencari makna istilah yang belum umum harus dicari dalam kamus istilah (yang sesuai dengan bidangnya).

D.    Morfofonemik
1.      Pengertian Morfofonemik
Morfofonemik mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain (Ramlan, 1985: 75). Menurut Kridalaksana (1996: 183), morfofonemik adalah subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi. Di dalamnya dipelajari bagaimana morfem direalisasikan dalam tingkat fonologi. Sementara itu, Chaer (2008: 43) menyatakan bahwa morfonemik (disebut juga morfonologi atau morfofonologi) adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi. Selanjutnya, Tarigan (2009: 26) berpendapat, morfofonemik atau yang biasa disebut morfofonologi adalah ilmu yang menelaah morfofonem (atau biasa juga disingkat menjadi morfonem).

2.      Proses Morfofonemik
Menurut Ramlan (1985: 75), dalam bahasa Indonesia sedikitnya terdapat tiga proses morfofonemik, yaitu: (a) proses perubahan fonem, (b) proses penambahan fonem, dan (c) proses hilangnya fonem. Sejalan dengan itu, Tarigan (2009: 26) mengemukakan tiga hal penting mengenai proses morfofonemik dalam bahasa Indonesia, yaitu: (a) proses perubahan fonem, (b) proses penambahan fonem, dan (c) proses penanggalan fonem. Uraian ketiga proses morfofonemik tersebut adalah sebagai berikut.



a.      Proses Perubahan Fonem
Proses perubahan fonem, misalnya, terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan  peN- dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/ pada kedua morfem itu berubah menjadi /m, n, n, ŋ/, hingga morfem meN- berubah menjadi mem-, men-, meny-, dan meng-, dan morfem peN- berubah menjadi pem-, pen-, peny-, dan peng-. Perubahan-perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang mengikutinya. Kaidah-kaidah perubahannya dapat diikhtisarkan sebagai berikut.
1)      Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk dasar  yang mengikutinya berawal dengan /p, b, f/. misalnya:
meN-   + paksa            à memaksa
meN-   + periksa          à memeriksa

peN-    + pukul            à pemukul
peN-    + pikir              à pemikir

meN-   + bantu            à membantu
meN-   + buru              à memburu

peN-    + bangun         à pembangun
peN-    + buat              à pembuat

meN-   + fatwakan      à memfatwakan
meN-   + fitrahkan      à memfitrahkan

peN-    + fitnah           à memfitnah

2)      Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem /t, d, s/. fonem /s/ di sini hanya khusus bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih mempertahankan keasingannya. Misalnya:
 meN-  + tulis              à menulis
meN-   + tarik              à menarik

peN-    + tangkap        à penangkap
peN-    + tari                à penari

meN-   + datangkan    à mendatangkan
meN-   + duga             à menduga

peN-    + dapat                        à pendapat
peN-    + dengar          à pendengar

meN-   + support         à mensupport
meN-   + sinyalir         à mensinyalir

peN-    + supply          à pensupply
peN-    + survey          à pensurvey

3)      Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /s, ŝ, c, j/. Misalnya:
meN-   + sapu              à menyapu
meN-   + sangkal         à menyangkal

peN-    + suluh                        à penyuluh
peN-    + sumpah         à penyumpah

meN-   + syaratkan      à mensyaratkan/məñŝaratkan/
meN-   + syukuri         à mensyukuri/məñŝukuri/

meN-   + cari               à mencari/məñcari/
meN-   + coba             à mencoba/məñcoba/

peN-    + cukur            à pencukur/pəñcukur/
peN-    + cemas           à pencemas/pəñcəmas/

meN-   + jadi               à menjadi/məñjadi/
meN-   + jaga              à menjaga/məñjaga/

peN-    + judi               à penjudi/pəñjudi/
peN-    + jajah             à penjajah/pəñjajah/

4)      Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi /ŋ/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem /k, g, x, h, dan vokal/. Misalnya:
meN-   + kacau            à mengacau
meN-   + kutip             à mengutip

peN-    + kail               à pengail
peN-    + karang          à pengarang

meN-   + garis             à menggaris
meN-   + gaji               à menggaji

peN-    + gerak            à penggerak
peN-    + gali               à penggali

meN-   + khususkan    à mengkhususkan
meN-   + khawatirkan à mengkhawatirkan

peN-    + khianat         à pengkhianat
peN-    + khayal          à pengkhayal

meN-   + habiskan       à menghabiskan
meN-   + hukum          à menghukum


peN-    + hias               à penghias
peN-    + hisap             à penghisap

meN-   + ikat               à mengikat
meN-   + edarkan        à mengedarkan

peN-    + angkut          à pengangkut
peN-    + uji                 à penguji

Pada kata mengebom, mengecat, mengelas, mengebur, pengebom, pengecat, pengelas, pengebur, juga terdapat proses morfofonemik yang berupa perubahan, ialah perubahan fonem /N/ menjadi /ŋ/:
meN-   + bom              à mengebom
meN-   + cat                à mengecat

peN-    + las                 à pengelas
peN-    + bur                à pengebur
Di samping proses perubahan, pada kata-kata itu terjadi juga proses penambahan, ialah penambahan fonem /ə/.
Fonem /r/ pada morfem ber- dan per- mengalami perubahan menjadi /l/ sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan bentuk dasarnya yang berupa morfem ajar:
ber-      + ajar               à belajar
per-      + ajar               à pelajar

Fonem /?/ pada morfem-morfem duduk /dudu?/, rusak /rusa?/, petik /pəti?/, dan sebagainya, berubah menjadi /k/ sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan morfem ke-an, peN-an, dan –i. Misalnya:
ke-an   + rusak/rusa?/              à kerusakan
peN-an            + duduk/dudu?/          à pendudukan
-i          + petik/pəti?/               à petiki/pətiki/

b.      Proses Penambahan Fonem
Proses penambahan fonem, antara lain terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dengan bentuk dasarnya yang terdiri dari satu suku. Fonem tambahannya ialah /ə/, sehingga meN- berubah menjadi menge-. Misalnya:
meN-   + bom              à mengebom
meN-   + cat                à mengecat

Proses penambahan fonem /ə/ terjadi juga sebagai akibat pertemuan morfem peN- dengan bentuk dasarnya yang terdiri dari satu suku sehingga morfem peN- berubah menjadi penge-. Misalnya:
peN-    + las                 à pengelas
peN-    + bur                à pengebur

Akibat pertemuan morfem –an, ke-an, peN-an dengan bentuk dasarnya, terjadi penambahan fonem /?/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan vokal /a/, penambahan /w/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan /u, o, aw/, dan terjadi penambahan /y/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan /i, ay/. Misalnya:
-an       + hari                           à harian/hariyan/
-an       + lambai                      à lambaian/lambayyan/
-an       + terka                         à terkaan/tərka?an/\
ke-an   + lestari                       à kelestarian/kələstariyan/
ke-an   + pulau/pulaw/            à kepulauan/kəpulawwan/
ke-an   + raja                           à kerajaan/kəraja?an/
ke-an   + pandai/panday/        à kepandaian/kəpandayyan/
per-an  + hati                           à perhatian/pərhatiyan/
per-an  + tikai/tikay/                à pertikaian/pərtikayyan/
per-an  + temu                         à pertemuan/pərtemuwan/
per-an  + toko                          à pertokoan/pərtokowan
per-an  + sama                         à persamaan/pərsama?an/
peN-an            + cuci                          à pencucian/pəñcuciyan/
peN-an            + bantai/bantay/          à pembantaian/pəmbantayyan/

peN-an            + temu                         à penemuan/pənəmuwan/
peN-an            + kacau/kacaw/           à pengacauan/pəŋacauwwan/
peN-an            + ada                           à pengadaan/pəŋada?an/

c.       Proses Hilangnya Fonem
Proses hilangnya fonem /N/ pada meN- dan peN- terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l, r, y, w, dan nasal/. Misalnya:
meN-   + lerai              à melerai
meN-   + ramalkan      à meramalkan
meN-   + yakinkan      à meyakinkan
meN-   + wajibkan      à mewajibkan
meN-   + nyanyi          à menyanyi
meN-   + nganga         à menganga
meN-   + nalarkan       à menalarkan

peN-    + lupa              à pelupa
peN-    + rusak                        à perusak
peN-    + waris                        à pewaris
peN-    + nyanyi          à penyanyi
peN-    + malas            à pemalas

Fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- hilang sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawalan dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /ər/. Misalnya:
ber-      + rantai            à berantai
ber-      + revolusi        à berevolusi
ber-      + kerja             à bekerja
ber-      + serta             à beserta
ber-      + ternak           à beternak

per-      + ragakan        à peragakan
per-      + ramping        à peramping

ter-       + rasa               à terasa
ter-       + rekam           à terekam

Fonem-fonem /p, t, s, k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu. Misalnya:
meN-   + paksa            à memaksa
meN-   + tulis              à menulis
meN-   + sapu              à menyapu
meN-   + karang          à mengarang

peN-    + pangkas        à pemangkas
peN-    + tulis              à penulis
peN-    + sapu              à penyapu
peN-    + karang          à pengarang

Pada kata memperagakan dan menertawakan fonem /p/ dan /t/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang karena fonem-fonem itu merupakan fonem awal afiks, ialah afiks per- dan ter-. Demikian juga pada kata-kata menterjemahkan, mensupply, mengkoordinir, penterjemah, pensurvey, fonem-fonem /t, s, k/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang karena bentuk dasar kata-kata itu berasal dari kata asing yang masih mempertahankan keasingannya.


3.      Kaidah Morfofonemik
Ramlan (1985: 90) mengemukakan kaidah morfofonemik morfem afiks meN-, peN-, ber-, dan ter-, yaitu sebagai berikut.

a.      Kaidah morfofonemik morfem afiks meN-
meN- à mem- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /p, b, f/. Fonem /p/ hilang, kecuali pada beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing yang masih mempertahankan keasingannya dan pada bentuk dasar yang berprefiks, ialah prefiks per-. Misalnya:
meN-   + paksa                        à memaksa
meN-   + bawa                                    à membawa
meN-   + fitnah                       à memfitnah
meN-   + propagandakan        à mempropagandakan
meN-   + protes                       à memprotes

meN- à men- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /t, d, s/. Fonem /t/ hilang kecuali pada beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing yang masih mempertahankan keasingannya dan pada bentuk dasar yang berprefiks, ialah prefiks ter-, fonem /s/ hanya berlaku bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing yang masih mempertahankan keasingannya. Misalnya:
meN-   + tulis                          à menulis
meN-   + dasarkan                   à mendasarkan
meN-   + sukseskan                 à mensukseskan
meN-   + terjemahkan             à menterjemahkan
meN-   + torpedo                    à mentorpedo

meN- à meny- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /s, c, j/. Fonem /s/ hilang. Misalnya:
meN-   + sapu                          à menyapu
meN-   + cari                           à mencari/məñcari/
meN-   + jaga                          à menjaga/məñjaga/

meN- à meng- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /k, g, x, h, vokal/. Fonem /k/ hilang kecuali pada beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing yang masih mempertahankan keasingannya. Misalnya:
meN-   + karang                      à mengarang
meN-   + gali                           à menggali
meN-   + khususkan                à mengkhususkan
meN-   + halau                                    à menghalau
meN-   + akui                          à mengakui
meN-   + ikat                           à mengikat
meN-   + ekor                          à mengekor
meN-   + uap                           à menguap
meN-   + operasi                      à mengoperasi
meN-   + konsentrasikan         à mengkonsentrasikan

meN- à me- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /y, r, l, w, nasal/. Misalnya:
meN-   + yakinkan                  à meyakinkan
meN-   + ramal                        à meramal
meN-   + lupakan                    à melupakan
meN-   + warisi                       à mewarisi
meN-   + nyanyi                      à menyanyi
meN-   + maafkan                   à memaafkan
meN-   + naikkan                    à menaikkan
meN-   + ngiang                      à mengiang

meN- à menge- apabila diikuti bentuk dasar yang terdiri dari satu suku. Misalnya:
meN-   + bom                          à mengebom
meN-   + cat                            à mengecat
meN-   + las                             à mengelas

b.      Kaidah Morfofonemik Morfem Afiks peN-
Kaidah morfofonemik morfem afiks peN- pada umumnya sama dengan kaidah morfofonemik morfem afiks meN-, yaitu sebagai berikut.
peN- à pem- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /p, b, f/. Fonem /p/ hilang. Misalnya:
peN-    + pakai                                    à pemakai
peN-    + bawa                                    à pembawa
peN-    + fitnah                       à pemfitnah

peN- à pen- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /t, d, s/. Fonem /t/ hilang, kecuali pada beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing yang masih mempertahankan keasingannya, dan fonem /s/ hanya berlaku bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing yang masih mempertahankan keasingannya. Misalnya:
peN-    + tulis                          à penulis
peN-    + dorong                     à pendorong
peN-    + terjemah                   à penterjemah
peN-    + supply                      à pensupply

peN- à peny- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /s, c, j/. Fonem /s/ hilang. Misalnya:
peN-    + sadur                                    à penyadur
peN-    + curi                           à pencuri/pəñcuri/
peN-    + jaga                          à penjaga/pəñjaga/

peN- à peng- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /k, g, x, h, vokal/. Fonem /k/ hilang. Misalnya:
peN-    + karang                      à pengarang
peN-    + gali                           à penggali
peN-    + khianat                     à pengkhianat
peN-    + halau                                    à penghalau
peN-    + aman                                    à pengaman
peN-    + ikut                           à pengikut
peN-    + ekor                          à pengekor
peN-    + usik                          à pengusik
peN-    + obrol                         à pengobrol

peN- à pe- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /y, r, l, w, nasal/. Misalnya:
peN-    + ramal                        à peramal
peN-    + lupa                          à pelupa
peN-    + waris                                    à pewaris
peN-    + nyanyi                      à penyanyi
peN-    + malas                        à pemalas
peN-    + naik darah                à penaik darah

peN- à penge- apabila diikuti bentuk dasar yang terdiri dari satu suku. Misalnya:
peN-    + bom                          à pengebom
peN-    + las                             à pengelas

c.       Kaidah Morfofonemik Morfem Afiks ber-
ber- à be- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/, dan beberapa bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /ər/. Misalnya:
ber-      + rantai                        à berantai
ber-      + runding                    à berunding
ber-      + kerja                         à bekerja
ber-      + serta                         à beserta

ber- à bel- apabila diikuti bentuk dasar ajar:
ber-      + ajar                           à belajar

ber- à ber- apabila diikuti bentuk dasar selain yang tersebut sebelumnya, ialah bentuk dasar yang tidak berawalan dengan fonem /r/, bentuk dasar yang suku pertamanya tidak berakhir dengan /ər/, dan bentuk dasar yang bukan morfem ajar. Misalnya:
ber-      + kata                          à berkata
ber-      + tugas                                    à bertugas
ber-      + sejarah                      à bersejarah

d.      Kaidah Morfofonemik Morfem Afiks per-
per- à pe- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/. Misalnya:
per-      + ringan                       à peringan
per-      + rendah                      à perendah
per-      + ragakan                    à peragakan

per- à pel- apabila diikuti bentuk dasar yang berupa morfem ajar:
per-      + ajar                           à pelajar

per- à per- apabila diikuti bentuk dasar yang tidak berawal dengan fonem /r/, dan bentuk dasar yang bukan morfem ajar. Misalnya:
per-      + kaya                         à perkaya
per-      + teguh                        à perteguh
per-      + satukan                     à persatukan

Tarigan (2009: 45, 58) menambahkan satu kaidah morfofonemik, yaitu kaidah morfofonemik ter-.
Kaidah I
ter- à te-
Morfem {ter-} berubah menjadi {te-} apabila diikuti oleh dasar kata yang berfonem awal /r/, dan dasar kata yang suku pertamanya berakhir dengan /er/. Contoh:
ter-       + rasa                           à terasa
ter-       + rekam                       à terekam
ter-       + perdaya                    à teperdaya
ter-       + percik                       à tepercik

Kaidah II
ter- à ter-
Morfem {ter-} tetap saja merupakan {ter-} apabila diikuti oleh dasar kata yang tidak berfonem awal /r/, dan dasar kata yang suku pertamanya tidak berakhir dengan /or/. Contoh:
ter-       + angkat                      à terangkat
ter-       + baca                          à terbaca
ter-       + makan                      à termakan
ter-       + dapat                                    à terdapat
ter-       + lihat                          à terlihat
ter-       + gambar                     à tergambar

E.     Daftar Kosakata Swadesh
Kosakata dasar menurut Morris Swadesh berjumlah 200. Daftar kosakata tersebut adalah sebagai berikut.
1.         abu                              17.       balik                            33.       bilamana
2.         air                                18.       banyak                         34.       binatang
3.         akar                             19.       baring                          35.       bintang
4.         alir (me)                       20.       baru                             36.       buah
5.         anak                             21.       basah                           37.       bulan
6.         angin                           22.       batu                             38.       bulu
7.         anjing                          23.       beberapa                      39.       bunga
8.         apa                               24.       belah (me)                   40.       bunuh
9.         api                               25.       benar                           41.       buru (ber)
10.       apung (me)                  26.       bengkak                       42.       buruk
11.       asap                             27.       benih                           43.       burung
12.       awan                            28.       berat                            44.       busuk
13.       ayah                             29.       berenang                      45.       cacing
14.       bagaimana                   30.       beri                              46.       cium (wanita, bau)
15.       baik                             31.       berjalan                        47.       cuci
16.       bakar                           32.       besar                            48.       daging
49.       dan                              72.       garam                          95.       istri
50.       danau                          73.       garuk                           96.       itu
51.       darah                           74.       gemuk, lemak              97.       jahit
52.       datang                         75.       gigi                              98.       jalan     (ber)
53.       daun                            76.       gigit                             99.       jantung
54.       debu                            77.       gosok                           100.     jatuh
55.       dekat                           78.       gunung                        101.     jauh
56.       dengan                                    79.       hantam                                    102.     kabut
57.       dengar                         80.       hapus                           103.     kaki
58.       di dalam                      81.       hati                              104.     kalau
59.       di mana                       82.       hidung                         105.     kami, kita
60.       di sini                          83.       hidup                           106.     kamu
61.       di situ                          84.       hijau                            107.     kanan
62.       pada                            85.       hisap                            108.     karena
63.       dingin                          86.       hitam                           109.     kata (ber)
64.       diri (ber-)                     87.       hitung                          110.     kecil
65.       dorong                         88.       hujan                           111.     kelahi (ber)
66.       dua                              89.       hutan                           112.     kepala
67.       duduk                          90.       ia                                 113.     kering
68.       ekor                             91.       ibu                               114.     kiri
69.       empat                          92.       ikan                             115.     kotor
70.       engkau                         93.       ikat                              116.     kuku
71.       gali                              94.       ini                                117.     kulit
118.     kuning                         142.     minum                         166.     saya
119.     kutu                             143.     mulut                           167.     sayap
120.     lain                              144.     muntah                                    168.     sedikit
121.     langit                           145.     nama                            169.     sempit
122.     laut                              146.     napas                           170.     semua
123.     lebar                            147.     nyanyi                         171.     siang
124.     leher                            148.     orang                           172.     siapa
125.     lelaki                            149.     panas                           173.     suami
126.     lempar                         150.     panjang                        174.     sungai
127.     licin                             151.     pasir                             175.     tahu
128.     lidah                            152.     pegang                         176.     tahun
129.     lihat                             153.     pendek                                    177.     tajam
130.     lima                             154.     peras                            178.     takut
131.     ludah                           155.     perfempuan                 179.     tali
132.     lurus                            156.     perut                            180.     tanah
133.     lutut                             157.     pikir                             181.     tangan
134.     main                            158.     pohon                          182.     tarik
135.     makan                          159.     potong                         183.     tebal
136.     malam                          160.     punggung                    184.     telinga
137.     mata                            161.     pusar                            185.     telur
138.     matahari                      162.     putih                            186.     terbang
139.     mati                             163.     rambut                         187.     tertawa
140.     merah                          164.     rumput                         188.     tetek
141.     mereka                         165.     satu                              189.     tidak
190.     tidur                            194.     tiup                              198.     tumpul
191.     tiga                              195.     tongkat                                    199.     ular
192.     tikam                           196.     tua                               200.     usus
193.     tipis                             197.     tulang



























BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2012: 6). Sementara itu, metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, dan suatu peris tiwa pada masa sekarang (Nazir, 1988: 63). Metode deskriptif menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa pemakaian bahasa yang biasanya dikatakan sifatnya seperti potret, paparan seperti apa adanya (Sudaryanto, 1986: 62).

B.     Data dan Sumber Data
Data yang menjadi bahan penelitian ini adalah daftar kosakata Swadesh yang diucapkan atau ditulis oleh informan ke dalam bahasa Minang Nagari Sialang, Jorong Taluak Ambun, dan Nagari IV Koto Hilia. Sementara itu, sumber data penelitian ini adalah tiga orang mahasiswa kelas Reguler A Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang, TM 2011, yang berasal dari tiga daerah berbeda, yaitu Nagari Sialang, Jorong Taluak Ambun, dan Nagari IV Koto Hilia.

C.    Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri. Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan selain menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama karena segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Peneliti menggunakan alat bantu berupa daftar kosakata Swadesh untuk memandu informan mentranskripsikan kosakata tersebut ke dalam bahasa daerahnya masing-masing dan alat tulis untuk menginventarisasi kosakata yang telah diucapkan informan.
     
D.    Metode dan Teknik Pengumpulan  Data
Metode penyediaan (pengumpulan) data dalam penelitian ini adalah metode simak, sebab cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Menyadap penggunaan bahasa yang dimaksudkan menyangkut penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis. Dalam praktik selanjutnya, teknik sadap ini diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik simak libat cakap, simak bebas libat cakap, catat,dan teknik rekam. Untuk penggunaan bahasa secara tertulis, dalam penyadapan itu peneliti hannya dapat menggunakan teknik catat sebagai gandengan teknik simak bebas libat cakap, yaitu mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitiannya dan penggunaan bahasa secara tertulis tersebut (Mahsun, 2005:90—02).


























KEPUSTAKAAN

Amril dan Ermanto. 2007. Fonologi Bahasa Indonesia. Padang: UNP Press.

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.

__________. 2011. Ragam Bahasa Ilmiah. Jakarta: Rineka Cipta.


http://id.wikipedia.org/wiki/Dialek (diunduh tanggal 28 Oktober 2013)




Kridalaksana, Harimurti. 1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Moleong, Lexy. J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia.
Ramlan. 1985. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono.
Sudaryanto. 1986. Metode Linguistik. Yogyakarta: UGM Press.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Morfologi. Bandung: Angkasa.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2015 diaro | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top