Selasa, 15 Desember 2015

NEW
Tak Diharapkan
Oleh: Rahmad Satriawan

Sayang,
Cinta bukanlah senjata penakluk hati
para jiwa yang dirundung sepi akan kasih
Meski ia butuh, bukan harus kaulumat sehabis rasa
hingga kau enggan

Ia akan terbuang saat kau jenuh dan bosan
Ia bukan rembulan yang akan menemanimu kala malam tak kau harapkan
Bukan berarti surya lebih baik dikala engkau jauh dari kelam
Biarlah dulu ia ada meski tak kau harapkan
Karena mungkin ia sedang bersiap untuk waktu
saat kau tak dibasuh kesejukan

Hampa itu ada
Lelah itu memang ada
Benci itu juga ada
Bosan itu pasti
Bukan hanya engkau
Ia pun juga merasa

Namun jangan hanya ketika sinar pergi kau undang dia
Karena mungkin sinar lebih baik baginya
Hingga ia pun lupa
Apakah engkau sebaik sinar yang ia rasa  

Kau tentu tak ingin demikian, bukan?
Sabarlah sayang,
Cinta tak semanis madu
bila hanya mencinta sendiri


Padang, 15 Desember 2015 

Read More

Senin, 16 November 2015

Ranah Salayan
       Dahulu, ketika saya masih kecil nenek sering bercerita tentang kisah awal mula terbentuknya desa kami. Nenek selalu menceritakannya setelah kami selesai shalat isya. nenek mengisahkan bahwa desa kami dahulunya adalah hutan belantara yang sangat angker dan tidak satupun manusia berani memasukinya. Hutan tersebut sangat rimbun dan ditumbuhi pohon-pohon besar yang sangat rindang. Bahkan tanah di dalam hutan itu tertutupi oleh rimbunnya semak belukar yang tinnginya sama dengan berdiri orang dewasa. 
        Konon dahulunya hutan tersebut dihuni oleh bangsa bunian yang menunggangi siluman babi. Siapa saja yang mencoba memasuki hutan tersebut alamat badan tidak akan pernah berjumpa dengan keluarganya. Ia tidak akan bisa lagi kembali pulang. Diceritakan juga pernah suatu hari seorang pemburu babi dari desa lain mencoba mengejar seekor babi hutan yang masuk keladangnya. Saat dikejar dengan menggunakan anjing, babi tersebut masuk kedalam hutan itu. Sang pemburu dengan anjing pemburunya ikut masuk kedalam hutan tersebut. Namun mereka kehilangan jejak. Babi yang semula dikejar hilang begitu saja bak ditelan rimbunnya dedaunan dan kelamnya hutan. Ia sempat tersesat beberapa hari di dalam hutan itu. 
          Namun ia berhasil keluar dari hutan tersebut beberapa hari kemudian saat magrib menjelang. Esoknya ia menceritakan kisahnya beberapa hari berada di dalam hutan tersebut kepada warga sekitar. Termasuk nenek saya juga ikut mendengarkannya. Pada waku itu nenek masih gadis. Usianya sekitar 17 tahun. Cerita pemburu tersebut saat ia berada di dalam hutan itu, suasananya begitu dingin dan mencekam, hari serasa senja, padahal waktu itu ia masuk ke dalam hutan hari masih pagi. Di dalam hutan ia juga menjumpai beberapa keanehan di luar nalar manusia. Ia melihat sebuah pohon yang sangat besar yang telah lama tumbang dan batangnya yang melintang diantara dua bukit kecil tempat ia melintas. Pohon tersebut tertancap antara dinding bukit yang satu dengan bukit sebelahnya. Pohon tersebut terasa sangat dingin dan ditumbuhi jamur-jamur kecil serta dibalut oleh semak-semak. Namun yang paling tidak masuk akal, ia melihat pohon tersebut seperti bernafas dengan badan pohon itu kembang kempis. 
          Kemudian ia melihat anak kecil berlari-larian dengan badan telanjang tanpa sehelai benang pun. Di dalam hutan ia juga mendengar suara-suara aneh yang tidak bisa diketahui asal muasal suara tersebut. Suara itu seperti memanggil-manggilnya, untung lah ia tetap tenang dan tidak mengacuhkan suara itu. 
          Saat ia mencari sumber air untuk diminum, ia menemukan sebuah sungai yang sangat besar dan ditepinya terdapat sebuah bangunan yang sangat megah bagaikan istana. Di samping bangunan itu terdapat Surau (mushala) dan orang menyapu-nyapu di halamannya. Ia juga berjumpa dengan seorang gadis yang duduk di atas pohon tumbang di tepi sungai itu. Gadis tersebut sangat kurus dan kecil tubuhnya. Gadis itu mengenakan selendang berwarna emas dan kain putih membalut tubuhnya. Di tangan kanannya ia menggenggam pakis, dan tangan kirinya memegang mangkuk yang terbuat dari tempurung. Saat dijumpainya, gadis itu hanya menatapnya dengan wajah sendu. Dari raut wajahnya ia seperti mengisyaratkan sesuatu kepada pemburu itu yang tidak bisa ia baca. Saat ditanya oleh pemburu tersebut siapa dia, dia menjawab dengan mata berlinang dan menyuruh pemburu itu segera pergi. Ia menyuruh pemburu itu mengikuti aliran sungai. Dengan demikian ia akan segera keluar dari hutan tersebut. Namun dengan syarat ia tidak boleh menoleh ke belakang. Begitulah pesan gadis itu. 
        Tanpa pikir panjang lagi, si pemburu segera berjalan mengikuti alur sungai. Namun ia penasaran, mengapa gadis itu melarangnya menoleh kebelakang. Karena saking penasarannya ia pun melanggar syarat gadis itu. Betapa ia terkejut setelah menoleh kebelakang, karena yang ia temui bukan lagi bangunan megah dan surau seperti sebelumnya. Melainkan rimbunnya pohon bambu yang besar dan menjulang. Sungai yang ia lihat sebelumnya sangat besar, berubah menjadi anak sungai yang kecil. Karena merasa aneh dengan kejadian itu akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti perintah si gadis itu tanpa menoleh kebelakang sekalipun. Benar saja, setelah beberapa jam ia berjalan akhirnya ia sampai di tepi hutan yang aliran sungai itu ternyata menuju ke tepi ladang si pemburu itu. Dengan mengucap syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, akhirnya ia terbebas dari hutan yang mencekam itu. 
         Semenjak kejadian itu tak ada lagi warga desa yang berani mendekati hutan itu. Namun perasaan was-was selalu muncul kalau-kalau ada lagi warga desa yang jadi korban hutan yang penuh misteri itu. Akhirnya kepala adat mengundang semua unsur-unsur perangkat desa. Mulai dari pemangku adat, niniak mamak, alim ulama, cerdik pandai, dubalang, dan pemuda nagari. Dalam pertemuan itu mereka merapatkan bagaimana caranya agar hutan itu tidak lagi menelan korban dan hutan itu bisa digarap oleh masyarakat tanpa perasaan takut lagi. Maka diputuskanlah bahwa harus ada orang yang bisa berkomunikasi dengan alam gaib. Kemudian orang itulah yang nantinya akan menangani para penunggu hutan tersebut dan menyuruh penunggu hutan itu agar pergi sejauh mungkin.
            Maka besoknya dikumpulkanlah orang sati (orang yang memiliki ilmu batin) yang bisa berkomunikasi dengan penunggu hutan itu. Maka hari itu juga semua unsur dan perangkat desa yang ikut musyawarah sebelumnya bersama-sama dengan orang sati itu, pergi menuju hutan. Sesampai di pinggir hutan maka dimulailah ritual untuk masuk ke alam gaib. Maka kemenyan pun dibakar. dan beberapa sesajian yang berisikan bermacam-macam rempah-rempah telah diletakkan. Ritual tersebut berlangsung hampir lima jam. Akhirnya para sati selesai melakukan komunikasi dengan penunggu hutan itu. Dari percakapan antara orang sati dengan penunggu hutan, para sati menceritakan bahwa penunggu hutan itu memiliki pimpinan. Dengan dia lah para sati berkomunikasi. Mereka menceritakan Pemimpin bangsa halus di dalam hutan itu adalah sosok makhluk yang bertubuh sangat besar. Besarnya tiga kali orang dewasa. Badannya seperti manusia, berkepala harimau dengan bulu hitam dan lebat memenuhi wajahnya, memiliki ekor panjang seperti ekor harimau, dan ia menunggangi seekor babi hutan yang juga sangat besar. Dari komunikasi itu penunggu hutan mengatakan bahwa warga desa yang pernah hilang di dalam hutan telah menjadi bangsa mereka dan tidak bisa lagi pulang ke alam nyata. Para sati juga menceritakan bahwa penunggu hutan itu tidak mau pergi dari hutan tersebut, karena hutan itu telah menjadi perkampungan mereka. Alhasil, usaha untuk mengusir penunggu hutan hari itu tidak membuahkan apa-apa. 
              Besoknya diulangi kembali ritual seperti sebelumnya. Kali ini perangkat desa mendatangkan seorang dukun besar yang sangat terkenal kesaktiannya. Konon ia bahkan pernah bertarung dengan bangsa jin, dan jin tersebut menjadi anak buahnya dan pengikut setianya. Tidak beberapa lama, sekitar dua jam Dukun tersebut selesai melakukan ritualnya. Kemudian ia berkata, untuk mengusir para penunggu hutan itu ada syarat yang harus dipenuhi, diantaranya yaitu telur ayam lima butir, jeruk purut lima buah, beras ketan hitam tiga genggam, serai sepuluh batang, kemenyan, dan banyak lagi jenis-jenis benda yang dimintanya, yang kesemuanya ada di desa tersebut. Tidak lama akhirnya apa yang diminta dukun tersebut telah tersedia. Dan ritual pun kembali dilanjutkan.
            Selang beberapa menit saja terdengar rintihan yang pilu dari dukun tersebut. Rintihan yang membuat bulu kuduk berdiri bagi siapa saja yang mendengarkannya. Kemudian kemenyan serta alat-alat dan benda-benda sesajian itu terbakar dan terlempar keudara. Dukun tersebut juga ikut terpental dan saat itu juga ia menyudahi ritualnya.
Dukun itu berkata, “makhluk yang kita hadapi ini bukan lah makhluk sembarangan. Ia sangat ganas, kuat, dan buas. Perlu waktu bagi saya untuk menyelesaikan ini semua.”
Akhirnya proses pengusiran para penunggu hutan itu selesai pada hari itu, dan akan dilanjutkan esor hari.
            Esok paginya warga dihebohkan dengan berita bahwa beberapa ekor sapi milik ketua adat, mati mengenaskan. Bukan milik ketua adat saja, namun ternak beberpa warga lainnya juga mengalami hal yang sama. Kondisi matinya hampir serupa semuanya, dengan leher seperti habis diterkam dan sebagian badannya seperti dimakan oleh binatang buas. Namun belum diketahui penyebabnya. Namun salah satu warga bercerita, ia sempat melihat sosok makhluk buas menyerupai harimau, berkelebat lari melintasi perkampungan menuju hutan tersebut. Besar dugaan sapi-sapi milik ketua adat mati diterkam makhluk tersebut.
            Ritual pengusiran penunggu hutan itu sempat tertunda beberapa saat dan hampir saja batal dilaksanakan karena kejadian itu. Berita kematian sapi milik ketua adat dan ternak beberapa warga sempat meresahkan masyarakat. Maka hari itu juga kembali perangkat-perangkat kampung berkumpul di balai adat dan melakukan musyawarah. Hari itu dibahas lah bagaimana caranya agar hal serupa tidak terulang lagi, karena dianggap sebuah ancaman bagi desa. Dari perbincangan itu ada yang mengusulkan agar hutan itu dibakar, karena berat dugaan kejadian mengenaskan itu adalah ulah penuggu hutan. Ada juga yang mengusulkan agar diberlakukan ronda malam untuk berjaga-jaga. Akhirnya diambillah kesepakatan dan banyak warga yang memilih untuk diberlakukannya ronda malam dengan syarat petugas ronda dibekali dengan senjata tajam dan bedil. Maka hari itu disusunlah jadwal ronda dan malam itu juga mulai berlaku system ronda di kampung itu. Dan akhirnya ritual pengusiran penunggu hutan batal dilaksanakan.
            Beberapa hari ronda terasa aman-aman saja, bahka kasus matinya hewan ternak secara mengenaskan itu tidak lagi terdengar. Namun warga tetap merasa was-was dan tetap waspada. Rencana untuk mengusir penunggu hutan yang sempat tertunda beberapa hari akhirnya direncanakan kembali. Ketua adat bersama perangkat kampung kembali berkumpul membicarakan langkah selanjutnya yang akan dilakukan. Kali ini musyawarah juga melibatkan semua warga. Dan hati itu juga hadir dukun besar yang sebelumnya menangani kasus itu. Ia juga ditemani oleh rekan satu perguruannya. Singkat cerita akhirnya kesepakatan telah bulat, bahwa ritual pengusiran jin-jin penunggu hutan itu dilakukan hari itu juga. Maka segala kebutuhan yang diminta oleh dukun itu telah disediakan, dan ritual pun mulai dilaksanakan. Kali ini ritualnya berlangsung cukup lama. Namu  tidak ada hal-hal aneh yang terjadi seperti sebelumnya.
Setelah selesai melakukan ritual, dukun dengan rekannya itu bangkit dari tempat duduknya semula. Tidak terlihat keganjilan dan hal-hal aneh terjadi pada dukun tersebut. Dukun itu kemudian diam sejenak dan mengajak warga yang ikut menyaksikan ritual itu untuk kembali ke kampung, karena ada hal yang harus dibicarakan. Sesampai di kampung, warga, perangkat kampung, dan dukun itu kembali duduk bersama. Dalam pertemuan itu dukun itu bercerita bahwa tidak ada perkelhian antara ia dengan bangsa jin penunggu hutan tersebut. Mereka hanya berbincang-bincang dan melakukan nogosiasi dengan penunggu hutan. Dalam hal itu sang dukun berkata bahwa tidak akan bisa mereka menghusir jin penunggu hutan itu, karena bangsa jin itu telah lama menempati hutan itu dan sudah memiliki perkampungan juga. Namun warga boleh saja masuk kehutan dan menggarap hutan itu asalkan dengan satu syarat, bahwa warga tidak boleh mengusik dan mengambil bambu yang ada di tengah hutan tersebut. Bambu itu sangat besar rumpunnya dan sangat tinggi batangnya. Karena itu merupakan istana bangsa jin tersebut. Mengenai kasus hilangnya warga kampung di hutan itu memang diakui oleh bangsa jin tersebut, mereka lah yang mengambil dan menjadikannya bangsa mereka, karena warga yang hilang itu dulunya sempat mengambil bambu di hutan itu untuk membuat kandang ternaknya. Hal itulah yang membuat bangsa jin penunggu hutan itu marah karena istana mereka telah diusik oleh manusia. Dukun itu juga berpesan, agar warga yang ingin masuk ke hutan itu terlebih dahulu berdoa kepad Yang Maha Kuasa agar dijauhkan dari gangguan jin. Dan sebelum masuk warga diminta untuk membakar kemenyan dan mengasapi tubuh meeka dengan asar kemenyan tersebut. Maka dengan demikian siapa saja yang masuk ke hutan tersebut akan terjauh dari gangguan jin.
Mendengar penjelasan dukun tersebut barulah warga sadar kalau kasus hilangnya orang di hutan itu karena ulah mereka juga. Maka semenjak saat itu warga desa mulai bersama-sama menggarap hutan itu, mulai dari membersihkan rumput-rumput liar hingga bercocok tanam. Ada juga yang menanam sayur-sayuran, buah-buahan, dan ada juga yang menanam padi. Lama-kelamaan hutan itu akhirnya dipenuhi oleh aktifitas warga desa. Walau demikian tetap warga melestarikan hutan itu dan tidak mengusik bambu besar yang ada di tengah hutan itu. Bahkan warga membuat jalan penhubung antara kampung mereka dan hutan itu yang jalannya diteruskan ke dalam hutan. Tujuannya agar saat membawa hasil cocok tanam lebih mudah.
Pada akhirnya hutan itu tidak hanya sebagai tempat bercocok tanam bagi warga, bahkan ada yang membangun rumah di sana. hal itu diikuti juga oleh warga yang lainnya dan lama-kelamaan hutan itu menjadi kampung baru. Kampung itu dinamakan “ranah salayan”, karena setiap hari warga sebelum melakukan aktifitas akan mengasapi tubuhnya dengan asap kemenyan. Proses itulah yang disebut dengan salayan, yang artinya mengasapi tubuh dengan asap kemenyan.   
             

Padang, 16 November 2015 

Ranah Salayan

Read More

Minggu, 11 Oktober 2015

 Menjadi Mahasiswa Seutuhnya

         Lebih kurang enam bulan sudah berlalu sejak pelaksanaan ujian nasional (UN) SMA/SMK sederajat dilaksanakan dan ditetapkannya kelulusan bagi siswa-siswi SMA/SMK sederajat. Status sebagai pelajar menengah atas atau kejuruan telah dituntaskan bagi mereka para siswa yang telah lulus ujian nasional dari bangku sekolah masing-masing. Status tersebut kemudian berubah menjadi mahasiswa bagi mereka yang telah lulus di perguruan tinggi negeri ataupun swasta. Ada istilah keren yang melekat bagi mereka yaitu sebutan sebagai mahasiswa baru (MABA). Tentunya sangat lah membanggakan bagi masing-masing mereka menjadi mahasiswa yang stratanya dalam kasta pendidikan paling tinggi. Dan juga suatu kebanggaan bagi orang tua mereka.
           Namun sadarkah mereka akan status yang saat ini mereka sandang? Masihkah hal-hal konyol yang dulu mereka lakukan dan dianggap keren seperti cabut, bolos, ataupun nongkrong tanpa peduli waktu, masih dilakukan? Atau malah sebaliknya hal-hal yang menjadi prioritas utama bagi sebagian besar pelajar sekolah menengah seperti rajin, datang tepat waktu, pulangpun tepat waktu, belajar, mengerjakan tugas, hingga mungkin mereka telah menjadi budak oleh semua hal-hal yang menjadi rutinitas, katakanlah bagi pelajar yang orientasinya adalah bagaimana menjadi paling unggul dalam memperoleh nilai. Hingga pada akhirnya mereka lupa akan bermain, tidak ada waktu untuk berkumpul dengan teman-teman walau hanya sebentar, hingga menghantarkan mereka menjadi sosok yang apatis dan hanya tahu bagaimana baik bagi dirinya sendiri.  Tentu bukan seperti itu lagi saat kita sudah jadi mahasiswa. Walaupun status sebagai mahasiswa baru masih melekat, bukan berarti kata “baru” tersebut menjadi kambing hitam untuk memberikan statement saat ditanya, “kok udah jadi mahasiswa masih gitu juga?” “Kan baru jadi mahasiswa!”
            Siapapun mahasiswa, tentu pernah menjadi yang namanya mahasiswa baru. Sosok yang polos dengan keluguannya atau lugu dengan kepolosannya akan mudah ditebak dari bagaimana tingkah mereka di kampus. Namun pada fase-fase berikutnya tentu akan mulai berubah dari kepolosan dan keluguan tersebut. Mereka sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan baru mereka dan mulai menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Hingga status mahasiswa baru mulai terkikis dan habis yang kemudian berganti menjadi “mahasiswa”. Lalu siapakah sesungguhnya mahasiswa itu?
Jika kita meminjam sebait puisi karya Taufiq Ismail yang katanya seperti ini:
“Mahasiswa takut pada Dosen
Dosen takut pada Dekan
Dekan takut pada Rektor
Rektor taku pada Menteri
Menteri takut pada Presiden
Dan Presiden takut pada mahasiswa”
         Jika kita melihat isi dari bait puisi ini agaknya mahasiswa ditempatkan pada lini depan sekaligus belakang dari maju mundurnya suatu Negara. Jika para petinggi negeri katakan lah itu anggota DPR, Gubernur, ataupun Presiden sekalipun, bisa menyerah oleh pergerakan mahasiswa, namun pada saat yang sama banyak juga mahasiswa yang angkat tangan di hadapan dosen. Meski tidak banyak kasus seperti ini, namun dapat disimpulkan bahwa hanya segelintir mahasiswa yang mau melibatkan diri sebagai agen perubahan, apakah itu tergabung dalam gerakan-gerakan mahasiswa, atau setidaknya menjadi bagian dari struktur organisasi kemahasiswaan.
            Mahasiswa adalah aset paling berharga bagi bangsa ini. Sosok mereka sangat dinantikan oleh masyarakat untuk mampu mengubah bangsa ini dari stagnanisasi menuju kedinamisan pemikiran. Sebagai kaum intelektual dan kritis, mahasiswa mesti peka terhadap realita yang terjadi di negeri saat ini dan tidak hanya jadi pengamat. Kekritisannya diharapkan mampu menyumbangkan ide dan gagasan-gagasan yang cemerlang untuk kemajuan bangsa. Keberadaannya menjadi pelita dalam gelapnya sistem birokrasi di negeri ini. Kekritisannya hendaknya mampu memunculkan kepermukaan akan bobroknya sistem birokrasi yang dibangun saat ini oleh pemegagng kekuasaan. Sehingga hal itu mampu mencerdaskan masyarakat tentang realita yang terjadi di negeri ini.
             Kembali pada bait puisi karya Taufiq Ismail di atas, puisi tersebut dibuat pada saat reformasi. Munculnya gerakan reformasi ini karena masa orde baru yang dipimpin oleh Soeharto, dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan berdasarkan UUD 1945. Pada peristiwa ini ribuan mahasiswa dari berbagai kampus yang ada di Indonesia melakukan aksi turun ke jalan dan meminta Presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya. Hingga akhirnya rezim orde baru ini berhasil digulingkan oleh mahasiswa pada aksi yang paling heroik yang kita kenal dengan Gerakan Mahasiswa 1998 dan digantikan oleh masa reformasi yang sudah hampir 16 tahun berdiri hingga saat ini.
           Dari kisah di atas dapat kita simpulkan betapa mahasiswa telah menjadi pion perubahan dalam menggeser kesewenang-wenangan dan ketidakadilan yang tumbuh subur pada saat itu. Mahasiswa telah berada di lini terdepan sebagai sosok pembawa perubahan untuk negeri ini. Hingga saat ini Gerakan 98 tersebut telah menjadi api untuk membakar semangat mahasiswa dalam melakukan aksi turun ke jalan untuk menyuarakan ketidak adilan pemerintah saat ini. Maka sangat picik sekali rasanya jika ada mahasiswa yang lupa dengan gerakan tersebut. Dan lebih parahnya lagi sikap apatis akan realita yang terjadi saat ini dan keegoisan individual demi menggapai gelar akademis. Oleh karenanya mahasiswa diharapkan mampu menjadi akademisi yang multifunsi, bukan sekedar professional dalam bidangnya, namun harus kritis terhadap wacana-wacana birokrasi dan menstimulus roda pemerintahan yang mengalami kemandekan.
          Sebagai sosok yang sering disebut-sebut sebagai The Graduation Values yang menjadi penjaga nilai-nilai bangsa, mahasiswa harus berani menyuarakan pro dan kontra terhadap  kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, serta mampu memberikan masukan yang solutif untuk pemerintah saat ini. Jika kita tidak menutup mata, tentu kita akan sadar betapa bangsa saat ini mengalami yang namanya krisis kepemimpinan. Orang-orang yang dipercayai rakyat untuk membangun bangsa ini kearah yang lebih baik, justru sebaliknya. Banyak kebijakan-kebijakan yang justru mencederai hak rakyat. Pemerintah saat ini seperti terlena akan jabatan yang telah diperoleh. Seakan-akan jabatan itu adalah ranah kerja untuk menghidupi keluarga mereka, bukan menjadi amanah yang mesti dituntaskan dengan baik demi kemaslahatan bangsa. Cita-cita luhur yang dirayukan kepada rakyat hanya sebatas alat untuk mengobral diri mereka agar menjadi pilihan rakyat. Namun saat keinginan sudah didapatkan, rakyat kembali terlupakan.
          Sekali lagi, sebagai kaum intelektual mahasiswa harus berani mengingatkan pemerintah akan janji-janji yang telah mereka sampaikan kepada rakyat. Mahasiswa adalah pemegang tonggak utama sebuah bangsa dan Negara. Mahasiswa adalah penyeimbang dan pengontrol laju pemerintahan. Mahasiswa harus mampu bersikap solutif terhadap isu-isu serta masalah yang kian melilit bangsa. Maka dengan demikian barulah mahasiswa dapat dikatakan Agent of Change dan Social Control.
        Oleh karena nya sebagai mahasiswa yang sadar akan perannya di tengah-tengah masyarakat, maka sudah jadi keharusan untuk mengubah pola pikir dari sikap apatis menuju sosialis. Mulai lah melibatkan diri dalam gerakan-gerakan mahasiswa, ataupun mengambil peran dalam struktur keorganisasian di dalam maupun di luar kampus. Setidaknya saling bertukar pikiran dengan mereka yang juga memikirkan bangsa ini akan menghantarkan kita menjadi sosok mahasiswa seutuhnya.



Menjadi Mahasiswa Seutuhnya

Read More

Senin, 05 Oktober 2015


PEMANTAPAN PEMAHAMAN TOKOH PEMUDA DAN PEREMPUAN TENTANG PENCEGAHAN RADIKALISME DAN TERORISME DI PROVINSI SUMATERA BARAT

Read More

Rabu, 30 September 2015

Si Berut

Suatu hari di tepi sungai, seperti biasanya Berut memancing ikan dengan kail pusaka titipan almarhum ayahnya. Berut meyakini kail itu adalah kail sakti mandraguna yang tiada duanya di bumi ini. Sewaktu ayahnya masih hidup kail itu merupakan alat utama menghidupi keluarganya. Semenjak ayahnya meninggal maka Berutlah yang melanjutkan perjuangan ayahnya menghidupi keluargnya, yaitu ibu dan adik perempuannya. Oleh karena itu Berut yakin, dengan kail peninggalan ayahnya ia mampu menafkahi keluarganya. 

Selang beberapa waktu semenjak umpan dilemparkn ke sungai, Berut merasa kailnya telah disambar oleh seekor ikan, dan ia yakin ikan ini sangat besar. Karena begitu keras dan kuat tarikan kailnya. Tanpa berpikir lama lagi segera Berut menarik kailnya kepermukaan untuk melihat hasil tangkapan kail sakti mandragun tersebut. Dan benar saja, seekor ikan mas berukuran besar telah melekat dikail Berut. Begitu bangganya berut hari itu.  Sambil tersenyum, dalam hati ia berkata, "memang kail ini sakti mandaraguna".

Setelah berhasil melepaskan mulut ikan dari mata kailnya segera Berut memasukkan ikan itu kedalam kampia yaitu sejenis tas yang dianyam dari daun pandan. Dalam hati ia bergumam.
"Satu ikan besar ini sepertinya cukup untuk makan dua hari ke depan. Sebaiknya aku pulang saja".
Akhirnya Berut pun pulang dengan membawa hasil tangkapannya berupa seekor ikan mas besar. Ia yakin pastilah ibu dan adiknya sangat senang dengan hasil tangkapannya hari ini. Dalam perjalanan menuju rumah tiba-tiba berut dikagetkan oleh suara orang yang memanggil-manggil. Suara itu semakin jelas terdengar dan semakin keras. Tiba-tiba ikan yang ada dalam tasnya itu menggelepar dan keluar dari tasnya. Ikan itu terus menggelepar hingga ke tanah.

Setelah diamatinya secara cermat ternyata suara yang tadi ia dengar adalah suara ikan hasil tangkapannya itu. Tentu saja hal itu membuat Berut ketakutan. 

Read More

Kamis, 24 September 2015

Qurban Sebagai Bukti Ketaqwaan Kepada Allah dan Kecintaan
Kepada Sesama Muslim

Siapapun hamba Allah di muka bumi ini tentu tahu dengan kisah Nabi Ibrahim AS. Yaitu sebuah kisah pengorbanan yang luar biasa demi ketaqwaannya kepada Allah SWT. Nabi Ibrahim merupakan rasul Allah yang mana beliau dikenal dengan sebutan al-khalil (Kekasih Allah) adalah salah satu rasul ulul azmi. Yaitu Rasul yang mendapatkan keistimewaan berupa mukjizat sebagai bukti akan kerasulannya. Ibrahim adalah sosok yang menjadi ikon utama dalam momentum sejarah umat Islam. Dimulai dari proses pencarian Tuhan yang Maha Esa, penyebaran keyakinan untuk menyembah Allah sebagai satu-satunya Tuhan, prosesi pembangunan ka’bah, sampai dengan terciptanya ibadah haji dan hari raya idul adha. Beliau juga dikenal sebagai sosok yang dermawan yang juga pernah berkurban dengan 1000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Sampai-sampai malaikat pun kagum kepadanya. Pernah ia berkata’ “kurban sebanyak itu belum lah apa-apa, demi Allah bila aku punya anak lelaki, dan Allah menghendakinya untuk dikorbankan, maka akan aku korbankan sebagai bukti ketaatanku kepada Allah”.
            Akhirnya Nabi Ibrahim AS dikaruniai Allah SWT seorang putera melalui rahim istrinya Siti Hajar. Anak tersebut diberi nama Ismail. Hingga Allah memerintahkan untuk menyemblih anaknya tersebut melalui mimpi yang ia terima sebanyak tiga kali berturut-turut. Disinilah keimanan Nabi Ibrahim diuji. Setelah sekian lama menunggu seorang anak, kemudian mendapat perintah untuk menyemblihnya, merupakan ujian yang berat baginya. Namun karena ketaqwaannya kepada Allah melebihi kecintaannya kepada anaknya, maka dilaksanakanlah perintah Allah tersebut. Karena melihat kesungguhannya melaksanakan perintah Allah, maka Allah mengganti Ismail dengan seekor kibas/domba. Maka domba itulah pada akhirnya disemblih oleh Nabi Ibrahim. Maka dari sanalah awal mula ibadah qurban bagi umat muslim di seluruh dunia.
         Dari kisah tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwasanya untuk menjadi seorang yang memiliki predikat taqwa di sisi Allah memang memerlukan pengorbanan yang tinggi. Keikhlasan serta kesabaran adalah dua hal yang menjadi pegangan oleh Nabi Ibrahim dalam melaksanakan perintah Allah. Sebagai hamba Allah yang beriman, maka tentulah kita juga ingin mendapat predikat taqwa di sisi Allah. Anjuran berqurban bagi yang telah mampu melaksanakannya adalah jalan untuk menuju ketaqwaaan kepada Allah. Tentunya dengan niat yang tulus dan hati yang ikhlas lah maka akan diterimanya oleh Allah niat kita dalam berqurban.
           Ibadah qurban yang dilaksanakan sekali dalam setahun merupakan momentum yang sangat tepat dalam merajut kembali ukhuwah islamiyah. Setiap muslim dari segala penjuru dunia berlomba=lomba untuk melaksanakan ibadah yang satu ini. Qurban selain untuk menggapai ridha dan ketaqwaan di sisi Allah, juga sebagai ajang untuk berbagi kepada saudara-saudara kita yang kurang mampu. Bagi mereka yang kurang mampu menerima pembagian daging qurban adalah hal yang sangat luar biasa. Tentunya agar ibadah qurban ini bernilai faedah maka pelaksanaannyapun haruslah tepat sasaran. Dalam hal ini daging qurban lebih utama diberikan kepada mereka yang memang kurang mampu.
           Berbagi kepada sesama muslim terutama kepada mereka yang membutuhkan bukan hanya pada saat Hari Raya qurban saja. Momentum ini harus dimaknai dengan sungguh-sungguh bahwa setiap muslim harus rela berkorban dan berbagi sedikit rezkinya kepada yang membutuhkan di luar Hari Raya Qurban. Setiap muslim harus menyadari bahwa harta yang dititpkan oleh Allah kepadanya sebagiannya adalah hak orang lain. Untuk itu setiap muslim haruslah mau  berinfaq dan shadakah di jalan Allah.
             Kemudian sikap dermawan dan kezuhudan Nabi Ibrahim haruslah menjadi contoh bagi kita selaku umat muslim. Seberapa pun berlimpahnya harta dan kekayaan kita, tetaplah kita tidak terbuai dan tergoda olehnya. Karena harta, pangkat, dan jabatan adalah amanah Allah yang harus kita pertanggungjawabkan nantinya. Maka agar harta yang dititpkan Allah kepada kita menjadi barokah, hendaklah kita mau berbagi kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan.  
            Semoga Idul adha kali ini mengantarkan kita menjadi hamba Allah yang bertaqwa di sisi-Nya. 

Qurban Sebagai Bukti Ketaqwaan Kepada Allah dan Kecintaan Kepada Sesama Muslim

Read More

Rabu, 23 September 2015


Pengurus HMJ Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Periode 2013-2014

Read More

Copyright © 2015 diaro | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top